Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Free Website Hosting

Saturday, February 27, 2010

Friday, February 19, 2010

Antara Sorga Neraka dan Moksa

Hampir setiap ajaran agama di muka bumi ini mengenal adanya Sorga dan Neraka, tetapi hanya ajaran Hindu yang mengenal Moksa. Apakah Sorga dan Neraka itu merupakan sebuah tempat? Kalau merupakan sebuah tempat, pertanyaan kita berikutnya adalah: di manakah tempat itu berada? Benarkah Sorga dan Neraka itu ada? Bagaimanakah keadaan tempat-tempat tersebut? Siapakah yang sudah pernah ke sana dan mau menceritakannya?

Selama ini kebanyakan orang meyakini bahwa Sorga atau Neraka merupakan tempat yang akan kita tuju setelah kita meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Sorga merupakan tempat yang penuh kenikmatan, suasana menyenangkan, banyak bidadari yang tentunya cantik-cantik, penuh cinta dan kasih sayang, serta hal-hal yang menyenangkan lainnya. Sebaliknya, neraka merupakan tempat orang-orang yang menderita, sengsara, penuh siksaan, dan hal-hal yang menyedihkan lainnya.

Sampai saat ini saya belum pernah berjumpa dengan orang yang sudah pernah pergi ke Sorga ataupun sudah pernah mampir ke Neraka. Saya juga belum pernah berkunjung ke tempat tersebut. Oleh karena itu, saya tidak akan menceritakan bagaimana kondisi Sorga dan Neraka yang merupakan domisili setelah kematian itu. Akan tetapi, saya akan membahas analogi dari Sorga dan Neraka dalam kehidupan nyata sehari-hari. Mari kita simak ilustrasi berikut.

Tyaga (bukan nama sebenarnya) adalah seorang gadis manis yang baru menginjak usia remaja. Seperti gadis-gadis lain seusianya, Tyaga mulai menjalin cinta kasih dengan seorang pemuda. Sebut saja namanya Suastantra. Walaupun mereka masih dalam usia remaja, tetapi jalinan kasih di antara mereka sangat serasi dan indah. Tyaga menyayangi Suastantra dengan sepenuh hati. Suastantra setali tiga uang. Dia sangat mengasihi Tyaga.

Dalam keseharian, Tyaga menjelma menjadi gadis yang periang, berperilaku menyenangkan, suka menolong sesama, gampang memaafkan orang lain, serta hidupnya bahagia. Orang-orang pun suka bergaul dengan Tyaga.

Kalau dibandingkan dengan suasana kehidupan di Sorga seperti yang diajarkan agama selama ini, kehidupan yang dialami Tyaga dapat kita katakan sebagai Sorga. Tyaga sudah mencapai Sorga dalam kehidupannya sekarang. Hidupnya berkelimpahan cinta kasih, kesenangan, di kelilingi oleh orang-orang yang menyenangkan, serta hal-hal yang menyenangkan lainnya.

Pada suatu hari, Tyaga mengajak pacarnya untuk jalan-jalan naik motor ke luar kota. Awalnya Suastantra menolak secara halus karena masih harus mengerjakan tugas sekolah. Akan tetapi, berhubung Tyaga mendesaknya, akhirnya mereka dengan berboncengan motor pergi ke luar kota untuk memadu kasih. Dengan laju motor yang biasa-biasa saja, tiba-tiba dari arah yang berlawanan datang sebuah truk dengan kecepatan sangat tinggi menabrak sepeda motor mereka. Tabrakan pun tidak bisa dihindarkan.

Akibat dari kejadian itu, Suastantra terluka parah di kepalanya, sedangkan Tyaga mengalami luka-luka ringan, sedangkan motornya hancur. Mereka cepat-cepat dilarikan ke rumah sakit. Setelah mengalami perawatan cukup intensif selama beberapa hari, akhirnya Suastantra meninggal dunia.

Betapa sedih hati Tyaga ditinggal kekasihnya untuk selama-lamanya. Di samping sedih yang mendalam, ada perasaaan yang bersalah di hatinya. Musibah ini berawal dari ajakan dirinya untuk pergi ke luar kota. Rasa sedihnya bertambah tatkala dia ingat bahwa kekasihnya itu sebenarnya sudah menolak, tetapi karena dia yang mendesak, maka pergilah mereka berdua naik motor hingga ditabrak truk yang sopirnya ugal-ugalan itu. Tyaga menjadi benci pada dirinya sendiri. Rasa benci juga timbul kepada sopir truk yang tidak bertanggung jawab yang karena ulahnya telah merenggut nyawa kekasihnya.

Perasaan sedih yang timbul, rasa bersalah, rasa benci pada diri sendiri dan kepada sopir truk terus menyiksa dirinya. Inilah Neraka yang sesungguhnya.

Bagaimana caranya dia lepas dari Neraka ini?

Untuk membebaskan dari rasa bersalah ini Tyaga harus bisa memaafkan dirinya. Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk dapat memaafkan diri sendiri. Pertama, Tyaga sebaiknya memohon ampun kepada Tuhan atas kesalahan yang telah diperbuatnya. Walaupun Tuhan sudah pasti mengampuni, tetapi tindakan memohon ampun merupakan jembatan emas untuk bisa memaafkan diri sendiri. Tanpa meminta maaf pun sebenarnya Tuhan sudah memaafkan, tetapi tidak demikian dengan diri kita. Memaafkan diri sendiri memerlukan proses.

Setelah memohon ampun kepada Tuhan, tindakan berikut yang sebaiknya dilakukan Tyaga adalah memohon maaf kepada keluarga kekasihnya. Memohon maaf kepada orang lain merupakan cara ampuh untuk mempercepat proses memaafkan diri sendiri.

Dengan memohon ampun kepada Tuhan dan memohon maaf kepada orang lain, maka proses melepaskan diri dari rasa bersalah akan terjadi. Perlahan-lahan rasa bersalah itu akan lepas untuk kemudian akan menjadi terbebaskan dari rasa bersalah. Tyaga akan terbebaskan dari beban rasa bersalah yang menghimpitnya.

Bagaiamana dengan perasaan bencinya kepada sopir truk? Rasa benci ini akan terus membebani Tyaga sepanjang Tyaga belum memaafkannya. Selama belum memaafkan, maka Tyaga akan tersiksa oleh rasa benci tersebut. Oleh karena itu, dia perlu dengan ikhlas memaafkan sang sopir. Memaafkan orang lain berarti proses melepaskan beban berat berupa rasa kebencian pada orang lain. Dengan memaafkan, Tyaga akan terbebas dari beban. Memaafkan sejatinya adalah membebaskan diri dari siksaan.

Kedua tindakan Tyaga, yakni memaafkan diri sendiri dan memaafkan orang lain akan mampu membebaskan Tyaga dari siksaan Neraka di dunia nyata ini. Apabila Tyaga berhasil terbebas dan terlepas dari ikatan-ikatan ini untuk selamanya, maka Tyaga sudah mampu mencapai Moksa karena kata Moksa sendiri sebenarnya berarti bebas atau lepas. Tyaga sudah bisa melepaskan beban-beban yang menghimpit, sekaligus membebaskan dirinya dari beban tersebut. Tyaga sudah mencapai Suka Tanpawali Duka.

Tri Kaya Parisuda

Hindu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Ada tiga jenis tingkah laku yang disucikan yang dalam Ajaran Hindu disebut Tri Kaya Parisudha.

Tri Kaya Parisudha terdiri dari Manacika Parisudha, Wacika Parisudha, dan Kayika Parisudha. Manacika Parisudha artinya umat Hindu hendaknya senantiasa mempunyai pikiran-pikiran yang baik, yang positif, dan benar.

Saturday, February 13, 2010

Pura Pulaki

Pura Gamburanglayang

 

Pura ini terletak di Singaraja.Kubutambahan.

Pura Gading Wani

 

Pura Dhang Kayangan Gading Wani.,terletak didesa Lalanglinggah,Br,Lalanglinggah,Tabanan.
Pura Ini mempunya hubungan erat dengan perjalanan Dhang Yang Nirartha.....
Pujawali Di pura ini jatuh pada setiap Budha Cemeng Klalu.yang nyejer selama 3 hari.

Wednesday, February 10, 2010

Karma Bagai segelas Air

Karma bagai segelas air

Sebagai kelahiran di alam manusia, kita masih memiliki buah karma dari seluruh perbuatan masa lampau kehidupan kita.
Dimana karma baik akan menjadikan kehidupan kita lebih bahagia,
dan karma buruk akan membuat kehidupan kita lebih menderita.

Memiliki berkah karma baik dalam kehidupan ini, merupakan suatu berkah yang sangat luar biasa.
Dengan memiliki berkah karma baik dalam kehiduan sekarang ini,
 berarti kita juga memiliki kesempatan untuk menanam kembali bibit karma baik sebanyak-banyak.
Sehingga kehidupan yang akan datang, dapat lebih baik lagi.

Bagaikan seorang yang memiliki berkah rejeki karma baik,
sehingga kehidupan yang sekarang memiliki berkah materi yang lebih.
Berkah yang dimiliki seharusnya dapat digunakan kembali untuk menanam karma baik. Dengan rezeki yang sedikit berlimpah,
berarti mereka mempunyai modal untuk dapat lebih beramal dan membantu mahluk lain yang membutuhkannya.

Sehingga segala perbuatan amal dan bantuan yang merekan lakukan,
bagaikan mempersiapkan harta warisan untuk kehidupan yang akan datang.
 Dengan demikian, dirinya telah terus menjaga dan memiliki warisan berkah yang tidak putus disetiap
kehidupan yang akan datang hingga Pencapaian Agung Sejati.

Tetapi bagaimana dengan karma buruk yang kita miliki dari kehidupan kita yang masa lampau ?

Pada awal kelahiran manusia, tubuh bagaikan satu gelas yang hanya masih memiliki sedikit air
 didalamnya dengan sedikit rasa asin.

Selanjutnya segala perbuatan, ucapan, dan pikiran manusia yang akan menentukan rasa yang
sesungguhnya dari air didalam gelas ini.

Dengan berbuat kebaikan, kita mengumpulkan karma baik bagaikan menuang sesendok air putih kedalam gelas.
Dengan berbuat keburukan, kita mendapat karma buruk, bagaikan menuang sesendok garam kedalam gelas.

Walau kita telah memiliki rasa asin sejak awal kelahiran kita,
 tetapi kita jangan berputus asa untuk berusaha menuangkan air putih kedalam gelas kita.
 Walau garam yang telah didalam gelas tidak dapat dikeluarkan lagi,
tetapi dengan lebih banyak air putih yang kita tuangkan ke dalam gelas ini.
Rasa asin tersebut akan semakin jauh berkurang, bahkan tidak melepas kemungkian akan benar-benar
 dapat terasa bagaikan tawar kembali karena jumlah air yang semakin banyak.

Saya mengajak para umat untuk selalu merenungkan ini.

Sebagai manusia kadang telah berbuat kesalahan, jangan kita menyesalkan yang berkepanjangan. Tetapi selanjutnya harus berusaha mengumpulkan karma baik sebanyak-banyak untuk mengimbangi perbuatan buruk kita. Dan tentunya kita harus menghindari perbuatan buruk tersebut.

Monday, February 8, 2010

Pura Ponjok Batu

Lingkungan Pura Ponjok Batu(Ponjok Batu Temple)
Kabupaten/Kota : Buleleng
Lingkungan Pura Ponjok Batu merupakan sebuah tanjung yang terdiri atas bebatuan dimana dari celah–celah batu tersebut tumbuh pohon Kamboja dan semak yang sangat indah. Dalam bahasa Bali "Ponjok Batu" berarti Tanjung Batu. Lingkungan Pura ini merupakan lingkungan Pura tempat pemujaan/tempat persembahyangan umum untuk mohon keselamatan.Dari depan lingkungan pura yang dibatasi jalan raya menuju Amlapura terlihat pemandangan Laut Jawa yang terbentang luas, yang dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan menumbuhkan inspirasi bagi pengunjungnya. Laut yang tenang yang ditumbuhi beberapa pohon tua di sekitar bukit menambah keindahan lokasi lingkungan Pura. Beberapa sumber air bertebaran di sekitar lokasi, dan penduduk setempat memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari.
Lingkungan Pura ini terletak lebih kurang 24 km di sebelah Timur Singaraja, terletak di pinggir pantai dan di atas sebuah ketinggian, termasuk wilayah Desa Pacung Kecamatan Tejakula. Disamping karena keindahan alam, arsitektur lingkungan Pura juga mencerminkan gaya khas yaitu seluruh bangunan terbuat dari susunan batu batu alam yang terdapat di sekitar lokasi sangat menarik wisatawan. 


Thursday, February 4, 2010

Sejarah Hindu

Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.

Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.

Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.
Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".
Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.

AGAMA HINDU DI INDIA

Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.

Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.

Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.

Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.

MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA

Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.

Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.

Mookerjee (ahli - India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.

Moens dan Bosch (ahli - Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.

Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.

Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:

Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.

Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.

AGAMA HINDU DI INDONESIA

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia

Klik to Info :