Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Free Website Hosting

Tuesday, December 9, 2014

Leak Bali

Pada artikel ini akan sedikit mengungkapkan dari salah satu Lontar yang dalam kategori Trantra dan saya spesifikan isinya khusus pada bagian Pangleakan. Sebagai refrensi tentang lontar pengleakan diantaranya; “Lontar Tantra Bhairawa, Kanda Pat dan Siwa Tantra”. Istilah Tantrayana berasal dari akar kata Tan = yang artinya memaparkan kesaktian atau kekuatan daripada Dewa itu. Di India penganut Tantrisme lebih banyak terdapat di India Selatan dibandingkan dengan India Utara. Kitab kitab yang memuat ajaran Tantrayana banyak sekali kurang lebih ada 64 macam antara lain : Maha Nirwana Tantra, Kularnawa Tantra, Tantra Bidhana, Yoginirdaya Tantra, Tantra sara, dsb. Dari Tantrisme munculah suatu faham “BHIRAWA” yang artinya hebat. Paham Bhirawa secara khusus memuja kehebatan daripada sakti, dengan cara cara yang spesifik. Bhairawa inipun sampai berkembang ke Cina Tibet, dan Indonesia. Di Indonesia masuknya saktiisme, Tantrisma dan Bhairawa, dimulai sejak abad ke VII melalui kerajan Sriwijaya di Sumatra, sebagaimana diberikan pesaksian oleh prasasti Palembang tahun 684, berasal dari India selatan dan tibet. Perkembangan Saktiisme di Bali juga menjurus dua aliran mistik yaitu “PENGIWE & PENENGEN” Dari Pengiwa munculah pengetahuan tentang “LEYAK”. DESTI = Serana, TELUH = cetik TARANJANA = yang bisa terbang dan WEGIG = bebeki. Dari Penengen muncullah pengetahuan tentang “KEWISESAN” dan “PRAGOLAN” = mantra. Pengiwa berasal dari sistem “Niwerti” dalam doktrin Bhairawa, sedangkan penengen berasal dari sistem “Prawerti” dalam doktrin Bhairawa. Selain itu beberapa formula dalam Atharwa Weda mengilhami mistik ini. Adapun kitab kitab Tantrayana di Indonesia antara lain: TANTRA WAJRA DHASUBUTHI CANDARA BHAIRAWA dan SEMARA TANTRA Pada Jaman Raja Udayana yang berkuasa di Bali pada abab ke 16, saat I Gede Basur masih hidup yaitu pernah menulis buku lontar Pengeleakan dua buah yaitu “Lontar Durga Bhairawi” dan “Lontar Ratuning Kawisesan”. Lontar ini memuat tentang tehnik-tehnik Ngereh Leak Desti. Dalam aksara Bali tidak ada yang disebut leak, yang ada adalah “liya, ak” yang artinya lima aksara(memasukkan dan mengeluarkan kekuatan aksara dalam tubuh melalui tata cara tertentu. Lima aksara tersebut adalah Si, Wa, Ya, Na, Ma. Si adalah mencerminkan Tuhan. Wa adalah anugerah, Ya adalah jiwa. Na adalah kekuatan yang menutupi kecerdasan. Ma adalah egoisme yang membelenggu jiwa. Kekuatan aksara ini disebut panca gni(lima api). Manusia mempelajari kerohanian apapun, ketika mencapai puncaknya pasti akan mengeluarkan cahaya(aura), cahaya ini keluar melalui lima pintu(indria)tubuh yaitu: telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan namun pada umumnya cahaya itu keluar melalui mata dan mulut. Tempat bermain-main leak adalah Kuburan. Apabila ada orang yang baru meninggal, anggota leak wajib datang ke kuburan untuk memberikan doa agar roh orang yang meninggal mendapatkan tempat sesuai dengan karmanya. Doa leak tersebut berbunyi: Ong gni brahma anglebur panca maha bhuta, anglukat sarining merta. mulihakene kite ring betara guru, tumitis kita dadi manusia mahotama. ong rang sah, wrete namah. Di Bali kuburan sering identik dengan keramat, seram karena seling muncul hal-hal aneh. kenapa ? karena disinilah tempatnya roh berkumpul dalam pergolakan spirit. Sensasi yang datang dari orang yang melakukan Pangleakan tersebut adalah bisa keluar dari tubuhnya melalui ngelekas atau ngerogo sukmo. Kata ngelekas artinya kontraksi batin agar badan astral kita bisa keluar. Inilah alasanya orang ngeleak. Roh bisa berjalan keluar dalam bentuk cahaya melesat dengan cepat, inilah yang disebut endih. Bagi yang mempelajari kerohanian apa saja, apabila mencapai puncaknya dia pasti akan mengeluarkan cahaya (aura). Cahaya ini keluar melalui lima pintu indria tubuh yakni telinga, mata, mulut, ubun-ubun, serta kemaluan. Endih ini adalah bagian dari badan astral manusia (badan ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu). Di sini pelaku bisa menikmati keindahan malam dalam dimensi batin yang lain. Dalam dunia pengeleakan ada kode etiknya. Leak mempunyai keterbatasan tergantung dari tingkatan rohani yang dipelajari. Ada tujuh tingkatan leak : Leak barak (brahma). Leak ini baru bisa mengeluarkan cahaya merah api. Leak bulan, leak pemamoran, Leak bunga, leak sari, leak cemeng rangdu, leak siwa klakah. Leak siwa klakah inilah yang tertinggi. Sebab dari ketujuh cakranya mengeluarkan cahaya yang sesuai dengan kehendak batinnya. Tingkatan leak paling tinggi menjadi bade (menara pengusung jenasah), di bawahnya menjadi garuda, dan lebih bawah lagi binatang-binatang lain, seperti monyet, anjing ayam putih, kambing, babi betina dan lain-lain. selain itu juga dikenal nama I Pudak Setegal (yang terkenal cantik dan bau harumnya), I Garuda Bulu Emas, I Jaka Punggul dan I Pitik Bengil (anak ayam yang dalam keadaan basah kuyup). Dari sekian macam ilmu Pengleakan, ada beberapa yang sering disebut seperti Bajra Kalika yang mempunyai sisya sebanyak seratus orang, Aras Ijomaya yang mempunyai prasanak atau anak buah sebanyak seribu enam ratus orang. Di antaranya adalah I Geruda Putih, I Geringsing, I Bintang Sumambang, I Suda Mala, Pudak Setegal, Belegod Dawa, Jaka Tua, I Pering, Ratna Pajajaran, Sampaian Emas, Kebo Komala, I Misawedana, Weksirsa, I Capur Tala, I Anggrek, I Kebo Wangsul, dan I Cambra Berag. Disebutkan pula bahwa ada sekurang-kurangnya empat ilmu bebai yakni I Jayasatru, I Ingo, Nyoman Numit, dan Ketut Belog. Masing-masing bebai mempunyai teman sebanyak 27 orang. Jadi secara keseluruhan apabila dihitung maka akan ada sebanyak 108 macam bebai. Macam-macam ilmu pengLeakan lainnya : Aji Calon Arang, Ageni Worocana, Brahma Maya Murti, Cambra Berag, Desti Angker, Kereb Akasa, Geni Sabuana, Gringsing Wayang, I Tumpang Wredha, Maduri Geges, Pudak Setegal, Pengiwa Swanda, Pangenduh, Pasinglar, Pengembak Jalan, Pemungkah Pertiwi, Penyusup Bayu, Pasupati Rencanam, Rambut Sepetik, Rudra Murti , Ratna Geni Sudamala, Ratu Sumedang, Siwa Wijaya, Surya Tiga Murti, Surya Sumedang, Weda Sulambang Geni, keputusan Rejuna, Keputusan Ibangkung buang, Keputusan tungtung tangis, keputusan Kreta Kunda wijaya, Keputusan Sanghyang Dharma, Sang Hyang Sumedang, Sang Hyang Surya Siwa, Sang Hyang Geni Sara, Sang Hyang Aji Kretket, Sang Hyang Siwer Mas, Sang Hyang Sara Sija Maya Hireng, dan lain-lain yang tidak diketahui tingkatannya yang mana lebih tinggi dan yang mana lebih rendah. Hanya mereka yang mempraktekkan ilmu-ilmu tersebut yang mengetahuinya. Setiap tingkat mempunyai kekuatan tertentu. Di sinilah penganut leak sering kecewa, ketika emosinya labil. Ilmu tersebut bisa membabi buta atau bumerang bagi dirinya sendiri. Hal inilah membuat rusaknya nama perguruan. Sama halnya seperti pistol, salah pakai berbahaya. Makanya, kestabilan emosi sangat penting, dan disini sang guru sangat ketat sekali dalam memberikan pelajaran. Selama ini leak dijadikan kambing hitam sebagai biang ketakutan serta sumber penyakit, atau aji ugig bagi sebagian orang. Padahal ada aliran yang memang spesial mempelajari ilmu hitam disebut penestian. Ilmu ini memang dirancang bagaimana membikin celaka, sakit, dengan kekuatan batin hitam. Ada pun caranya adalah dengan memancing kesalahan orang lain sehingga emosi. Setelah emosi barulah dia bereaksi. Pengwia banyak menggunakan rajah-rajah ( tulisan mistik) dan dia juga pintar membuat sakit dari jarak jauh, dan “dijamin tidak bisa dirontgen dan di lab”. Aliran ini bertentangan dengan pengeleakan, apabila perang beginilah bunyi mantranya, “ong siwa gandu angimpus leak, siwa sumedang anundung leak, mapan aku mapawakan ………..”

Sunday, November 23, 2014

Pura Luhur Pucak Bukit Rangda

Pura Luhur Pucak Bukit Rangda Sejarah. Dalam Lontar Purana Jagat Bangsul disebutkan nama-nama gunung yang ada di pulau Bali. Diantara gunung-gunung tersebut ada disebutkan nama Bukit Rangda. Setelah itu juga disebutkan Sang Hyang Pasupati yang bersabda, bahwa keberadaan pucak Bukit Rangda diberkati semoga menjadi Kahyangannya Hyang Ludra yang disembah atau disungsung oleh seluruh keturunan orang Bali sampai kelak kemudian hari. Nama Bukit Rangda diambil dari kata buket dan rangdu. Buket bermakna tenget atau angker atau sakti tanpa tanding, rangdu sama dengan kepuh. Dinamai Bukit Rangda karena disana dulu ada pohon rangdu atau kepuh yang sangat angker atau tenget. Tentang mulainya dinamai Bukit rangda yaitu pada tahun saka 111 atau tahun 189 masehi. Setelah tahun berganti tahun, kemudian pada tahun saka 1315 atau 1393 masehi disebutkan Dukuh Mayaspuri yg bertempat tinggal di gedong purwa. Beliau mempunyai putra-putri yg bernama I Mucaling, Ratu Ngurah Tangkeb Langit, I Ratu Wayan Teba, I Made Jelawung, I Nyoman Pengadangan, I Ketut Petung dan Ni Luh Rai Darani. Kemudian suatu hari I Mucaling ketentraman penduduk desa Lalanglinggah dengan melakukan penestian dan peneluhan atau pengeliakan untuk menghancurkan kawasan tersebut. Namun perbuatannya tersebut diketahui oleh Rsi Markandya, kemudian beliau melakukan pemujaan untuk menciptakan air tirta mukjizat yg sangat ampuh. Kemudian percikan air tirta itu menyebabkan I Mucaling Kepanasan dan kebingungan kumudian tidak tahan tinggal di Bukit Rangda. Hal tersebut menyebabkan I Mucaling mengungsi ke Jungut Batu dan kemudian menetap di Dalem Peed Nusa Penida. Tetapi saudara-saudaranya masih berada disana, kemudian mereka memeluk kaki Sang Rsi dan memohon perlindungan dari beliau. Kemudian Rsi Markandya memberiakan titah agar mereka mengantikannya untuk mendirikan Kahyangan Bhatara, sebagai tempat bersthananya Bhatara Hyang Ludra. Kemudian dibangunlah Kahyangan atau pura disana, lalu diupacarai atau diplaspas. Selain itu juga diselenggarakan upacara Pratistha Lingga di Kahyangan tersebut pada tahun saka 1340 atau 1418 masehi dan pura itu dimanai Kahyangan Penataran Pucak Bukit Rangda atau Pura Luhuh Pucak Bukit Rangda. NAMA DAN LOKASI PURA Nama lengkap Pura ini adalah PURA LUHUR PUCAK BUKIT RANGDA. Menurut Desa Administrasi, Pura ini terletak di perbatasan Desa Lalanglinggah bagian utara, dengan batas selatan Desa Mundeh, Kecamatan Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan. Ditinjau dari Desa Adat, Pura ini terletak diantara Desa Adat Bangkiang Jaran, Bukit Tumpeng dan Penataran. Secara fisik geografis Pura Luhur Pucak Bukit Rangda terletak di tempat yang berketinggian 200 meter dari permukaan laut, berada di puncak sebuah bukit yang dikitari oleh jurang-jurang yang cukup terjal. Sesuai dengan namanya, Pura ini memang betul-betul berada di puncak Bukit Rangda. Menurut Lontar Purana Jagat Bangsul, kata Rangda berarti rangdu hutan atau kepuh, dan bukit berarti buket, dan buket berarti sakti tanpa tandingan. Bukit Rangda berarti tanah tinggi berbentuk bukit yang ditumbuhi rangdu hutan atau pohon kepuh besar yang keramat/ tenget atau mempunyai kekuatan gaib. Dengan demikian Pura Luhur Pucak Bukit Rangda adalah sebuah Pura yang terletak di puncak sebuah bukit yang dulu ditumbuhi pohon kepuh besar yang sampai kini tetap dikeramatkan karena mempunyai kekuatan gaib untuk melindungi keselamatan umatnya. Pura ini dapat dicapai melalui jalan darat Denpasar-Gilimanuk, sampai di Banjar Suraberata belok ke utara menuju Pancoran, Bangal, Penataran, Bukit Rangda, dengan jarak tempuh lebih kurang 20 Km. Melalui Yeh Bakung, Bangkiang Jaran, Penataran, Bukit Rangda, lebih kurang 8 Km. Dari Pupuan melalui kemoning, Belatungan, Bangal, Penataran, Pucak Rangda lebih kurang 30 Km. Dari Bajera lebih kurang 23 Km, dan sejauh lebih kurang 41 Km dari Ibu Kota Kabupaten Tabanan, atau lebih kurang 62 Km dari Kota Denpasar. Iklim disekitar Pura ini sejuk menyegarkan dengan panorama pantai Yeh Bakung yang sangat indah.
Karya Agung Ngenteg Linggih.
Dudonan karya agung ngenteg linggih,mamungkah,mupuk pedagingan,tawur agung,mapadudusan agung,manawa ratna,wana kertih,@ Pura Kahyangan Jagat Luhur Pucak Bukit Rangda,( lalanglinggah,Selemadeg Barat,Tabanan)
18 Nov 14 : negtegang manik galih,ngingsah lan nyangling,
20 Nov 14 : nyamuh gede,metanding.
7 Des 14 : nuwur tirta,nedunang ida bhatara,mendak siwi,
14 Des 14 : melaspas linggih,melaspas bagia pula kerti,melaspas pedagingan,banten,
15 Des 14 : memenjor,wastra.
18 Des 14 : Ida bhatara desa pakraman pengempon kairing ke pura,
21 Des 14 : melasti pasih mekayu,mulng pekelem,
23 Des 14 : mepepada tawur.
24 Des 14 : tawur agung,panca kelud,mupuk pedagingan.
25 Des 14 : nyepi,oleman guru wisesa
26 Des 14 : mepepada karya,
27 Des 14 : puncak karya ngenteg linggih,
28 Des 14 : mapedanaan
30 Des 14 : ngeremekin,mepeed,
3 Jan 15 : ngelawa
4 Jan 14 : nyegara gunung
7 Jan 14 : nyineb karya,nuek bagia pula kerti,rsi bojana,
7 Feb 15 : abulan pitung dina. Sane arsa medana punia durusang....!!! Om Santih, Santih, Santih, Om

Thursday, June 26, 2014

Pura Puncak Mangu

Pura Pucak Mangu adalah Pura Kahyangan Jagat dengan dua fungsi yaitu sebagai Pura Catur Loka Pala dan Pura Padma Bhuwana. Pura Catur Loka Pala adalah empat pura sebagai media pemujaan kepada Tuhan yang melindungi empat penjuru Bhuwana Agung. Pura Pucak Mangu di arah utara, arah selatan Pura Andakasa, arah timur Pura Lempuyang Luhur dan arah barat Pura Luhur Batukaru. Demikian dinyatakan dalam Lontar Usada Bali. Bagaimana sejarah berdirinya Pura Pucak Mangu itu? Pura Padma Bhuwana itu adalah sembilan pura yang berada di sembilan penjuru Bali sebagai lambang Padma Bhuwana yaitu simbol alam semesta atau Bhuwana Agung. Pura Pucak Mangu sebagai Pura Padma Bhuwana berada di arah barat laut tempat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Batara Sengkara -- dewanya tumbuh-tumbuhan. Di Pura Pucak Mangu beliau dipuja di Meru Tumpang Lima dengan sebutan Batara Pucak Mangu dengan upacara piodalan-nya setiap Purnamaning Sasih Kapat. Sedangkan upacara melastinya ke Pesiraman Pekebutan yang terletak di Desa Bukian di sebelah timur Desa Plaga. Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran yaitu Pura Penataran di Ulun Danu Beratan di Kabupaten Tabanan dan Penataran di Desa Tinggan Kecamatan Petang Kabupaten Badung. Pura Penataran Tinggan terletak di Desa Tinggan Kecamatan Petang Kabupaten Badung ini didirikan pada tahun 1752 Saka atau 1830 Masehi oleh Cokorda Nyoman Mayun. Di Pura Penataran Tinggan ini terdapat beberapa pelinggih pokok yaitu Meru Tumpang Sebelas pelinggih Batara Pucak Mangu. Meru Tumpang sembilan pelinggih Batara di Teratai Bang, Meru Tumpang Tiga pelinggih Batara di Pucak Bon, Gedong dengan lima ruang (sejenis Pelangkiran) pelinggih Batara di Pucak Sangkur, Padma Rong Tiga untuk Pengubengan, Padmasana sebagai Surya pelinggih Saksi. Dengan dibangunnya Pura Penataran Tinggan ini sehingga Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran. Pura Penataran yang pertama didirikan oleh I Gst. Agung Putu yang setelah menjadi Raja Mengwi pertama bergelar Cokorda Sakti Blambangan. Penataran Pura Puncak Mangu yang pertama didirikan tahun 1555 Saka atau tahun 1633 Masehi di tepi Danau Beratan karena itu disebut juga Pura Ulun Danu Beratan. Pura ini berada di sebelah Pura Dalem Purwa. Di Pura Penataran pertama ini Ida Batara Puncak Mangu distanakan di Pelinggih Meru Tumpang Tiga, pelinggih ini juga disebut Pelinggih Lingga Petak, karena di bawah Meru itu dijumpai batu putih sebesar manusia diapit oleh batu hitam dan batu putih. Ada juga Meru Tumpang Pitu sebagai Pesimpangan Batara Teratai Bang. Meru Tumpang Sebelas sebagai Pelinggih Batara Ulun Danu atau disebut Batara Tengahing Segara. Penataran Pura Pucak Mangu yang kedua didirikan tahun 1752 Saka atau tahun 1830 Masehi oleh Cokorda Nyoman Mayun. Hal ini disebabkan pada tahun tersebut Kerajaan Mengwi mengalami kemunduran. Puri Marga menguasai daerah di sekitar Danau Beratan pernah tidak patuh dan bermasalah dengan Kerajaan Mengwi. Karena itu anggota kerajaan dan masyarakat Mengwi mengalami kesulitan kalau ingin sembahyang ke Pura Penataran di Ulun Danu Beratan. Karena itu Raja memutuskan untuk membangun Pura Penataran Pucak Mangu di Desa Tinggan. Hal itulah yang menyebabkan Pura Pucak Mangu memiliki dua Pura Penataran. Upacara di Pucak Mangu dilakukan dua kali setahun. Pada Purnama Sasih Kapat dilakukan upacara piodalan baik di Pura Pucak Mangu maupun di Pura Penataran Tinggan. Sedangkan Purnama Sasih Kapitu dilakukan upacara Ngebekin di kedua pura tersebut. Upacara piodalan dan upacara ngebekin di Pura Pucak Mangu diselenggarakan oleh delapan kelompok pemaksan yaitu Tinggan, Plaga, Bukian, Kiadan, Nungnung, Semanik, Tiyingan dan Auman. Delapan pemaksan inilah yang membantu Puri Mengwi untuk melaksanakan kedua upacara pokok tersebut. Di samping upacara piodalan setiap tahun juga diadakan upacara Ngebekin. Fungsi upacara Ngebekin adalah sebagai sarana pemujaan kepada Tuhan sebagai Dewa Sangkara untuk memohon agar hasil tumbuh-tumbuhan terutama padi dapat berhasil dengan baik. Dewa Sangkara adalah manifestasi Tuhan sebagai penjaga tumbuh-tumbuhan. Banten pokok dalam upacara Ngebekin yakni Banten Sorohan Pelupuhan. Upacara Ngebekin ini tujuannya adalah memohon Tirtha Ngebekin. Umat dari delapan kelompok pemaksan setiap upacara Ngebekin membawa sujang yaitu potongan bambu yang masih hijau sebagai tempat tirtha. Tirtha Ngebekin ini tidak boleh digunakan untuk nyiratang atau diminumkan kepada manusia. Tirtha Ngebekin itu hanya untuk kasiratang (dicipratkan) kepada sawah ladang dan tumbuh-tumbuhan pertanian. Tirtha Ngebekin itulah sebagai simbol penyucian dan pemeliharaan segala tumbuh-tumbuhan pertanian sebagai sumber hidup umat manusia. Upacara Ngebekin ini intinya tidak berbeda dengan upacara memandikan Lingga Yoni dalam sistem Siwa Pasupata. Air dengan berbagai perlengkapannya yang dijadikan sarana memandikan Lingga itu menjadi tirtha untuk memercikan tumbuh-tumbuhan di sawah ladang simbol mohon kesuburan. Upacara memandikan Lingga inilah dilanjutkan dengan istilah upacara Ngebekin dalam sistem Siwa Sidhanta. Meski demikian, keberadaan Lingga di Pura Pucak Mangu tetap dipertahankan di Pelinggih Tepasana. Yang menarik di sini adalah banten utama yang digunakan di Pura Pucak Mangu adalah Banten Pelupuhan Bebek. Banten-banten yang dipersembahkan ke Pura Pucak Mangu tidak boleh menggunakan daging babi. Kecuali kalau ada perbaikan pura terus dilangsungkan upacara Ngeruwak barulah banten Ngeruwak itu saja yang boleh menggunakan guling babi. Sedangkan di Pura Penataran Tinggan dipergunakan Banten Pelupuhan Babi. Banten Pelupuhan Babi ini menggambarkan cerita Batara Wisnu turun mencari pangkal Lingga ke bawah dengan menjadi babi hitam. Terus ketemu dengan Dewi Wasundhari. Dari pertemuan itu lahirlah Boma. Dewa Wisnu simbol air dan Dewi Wasundhari simbol pertiwi. Pertemuan air dan pertiwi melahirkan Boma. Kata Boma dalam bahasa Sansekerta artinya pohon. Canakya Niti menyatakan bahwa air, tumbuh-tumbuhan, dan kata-kata bijak adalah tiga ratna permata bumi. Kalau tiga hal ini diutamakan oleh manusia maka kehidupan sejahtera itu pasti dicapai.

Sunday, March 23, 2014

Asal Usul buah Genitri

Sekitar 150 tahun lalu orang India itu tinggal di Kauman, Kebumen. Dia menitipkan pohon jenitri kepada seseorang santri yang mengaji di masjid daerah Kauman tersebut. Orang India itu lalu memberikan bimbingan dari mulai menanam pohonnya hingga panen buah jenitri. Orang India yang namanya diganti Mukti itu juga menampung buah jenitri untuk dibawa ke negaranya. Dia menghargai satu butir jenitri begitu tinggi. Hingga kemudian yang menanam pohon jenitri itu bertambah banyak dan lahannya makin luas. Masyarakat Desa Penusupan pun kemudian beramai-ramai menanam pohon jenitri. Cara menanam juga perlu diperhatikan. Terlebih dahulu membuat lubang selebar 30 cm, dengan kedalaman sekitar 30 cm. Lubang tersebut diberi pupuk kandang dan dibiarkan terlebih dahulu selama kurang lebih 10 hari. Selanjutnya ditanam dan diberi pupuk untuk kali pertama. Pohon jenitri juga bisa ditanam di pot Apa itu Jenidri ? Rudraksha-sebutan jenitri di India adalah tanaman setinggi 25-30 m dengan batang tegak dan bulat berwarna cokelat. Sepanjang tepi daunnya bergerigi dan meruncing di bagian ujung. Dalam bahasa India, rudraksa berasal dari kata rudra berarti Dewa Siwa dan aksa berarti mata. Sehingga arti keseluruhan: mata Siwa. Sesuai namanya, orang Hindu meyakini rudraksa sebagai air mata Dewa yang menitik ke bumi. Tetesan air mata itu tumbuh menjadi pohon rudraksa. Mata Siwa Di Indonesia, biji titisan Dewa Siwa itu populer dengan nama ganitri, genitri, atau jenitri. Indonesia merupakan pengekspor dan produksen terbesar di dunia. Pohon jenitri atau bahasa latinnya Elaeocarpus ganitrus banyak ditanam di Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Bali, dan Timor. Indonesia memasok 70% kebutuhan jenitri yang diekspor dalam bentuk butiran biji. Sebanyak 20% pasokan lainnya dari Nepal. Sedangkan India, negara paling banyak menggunakan rudaksa hanya memproduksi 5%. Menurut Ir. Komari, peneliti dari Pusat Penelitian Institut Teknologi Bandung, biji-biji jenitri keras dan awet, bisa digunakan untuk 8 generasi. Kecuali ukuran, setiap biji memiliki jumlah lekukan atau mukhis berbeda. Jumlahnya bervariasi mulai dari 1 hingga 21 mukhis yang memiliki perbedaan arti. INI TINGKATAN JENIDRI (Mukis yaitu jumlah serat jenidri / garis lekukannya) (Mukhis rata 2 dibawah 8) (Mukhis istimewa 8-30 makin tinggi makin langka) Semakin banyak mukhis harganya kian tinggi. Manfaat jenitri bukan sekadar alat 'hitung' dalam berdoa laiknya tasbih bagi kaum Muslim atau rosario bagi umat Nasrani. Biji jenitri juga berfungsi menghilangkan stres ???? Itu dibuktikan oleh Dr Suhas Roy dari Benaras Hindu University. Penelitiannya mengungkap “utrasum bead“ -sebutan jenitri di Amerika-biji jenitri mengirimkan sinyal secara beraturan ke jantung ketika digunakan sebagai kalung. Ia mengatur aktivitas otak yang mengarah pada kesehatan tubuh. Efek itu diperoleh lantaran biji sima-sebutan jenitri di Sulawesi Selatan-memiliki sifat kimia dan fisik berupa induksi listrik, kapasitansi listrik, pergerakan listrik, dan elektromagnetik. Karena itu biji jenitri mempengaruhi sistem otak pusat saat menyebarkan rangsangan bioelektrokimia. Hasilnya, otak merasa tenang dan menghasilkan pikiran positif. Sebetulnya, komposisi kimia jenitri tak beda jauh dengan buah lainnya. Antara lain 50,024% karbon, 17,798% hidrogen, 0,9461% nitrogen, dan 30,4531% oksigen. Beberapa elemen mikro dalam biji tanaman anggota famili Elaeocarpaceae itu adalah aluminum, kalsium, klorin, tembaga, kobalt, nikel, besi, magnesium, mangan, dan fosfor. Panasea Pembeda jenitri dan buah lain terungkap melalui riset Institut Teknologi India. Jenitri memiliki nilai spesifik gravitasi sebesar 1,2 dengan pH 4,48. Saat digunakan untuk berdoa, misalnya, jenitri memiliki daya elektromagnetik sebesar 10.000 gauss pada keseimbangan Faraday, hasil konduksi elektron alkalin. Gara-gara itulah jenitri dipercaya mengontrol tekanan darah, stres, serta berbagai penyakit mental. Jenitri juga dipercaya menyembuhkan epilepsi, asma, hipertensi, radang sendi, dan penyakit hati. Waw Cara Pakai : Ia berguna saat dikalungkan di leher ataupun diminum air rebusan. Caranya? Biji jenitri direndam semalam lalu diminum saat perut kosong. Itu terbukti efektif meredam hipertensi dan menghasilkan perasaan tenang dan damai. Dalam 7 hari, tekanan darah turun bila dibarengi dengan mengalungkan jenitri di leher. Khasiat lain, jenitri berfungsi sebagai pelindung tubuh dari bakteri, kanker, dan pembengkakan. Begitulah riset sahih Singh RK dari Departemen Farmakologi, Banaras Hindu University, India. Ia menggunakan berbagai larutan seperti petroleum eter, benzena, kloroform, asetone, dan etanol untuk melarutkan 200 mg/kg buah jenitri kering. Larutan jenitri hasil perendaman selama 30-45 menit itu menunjukkan sifat antipembengkakan radang akut dan nonakut pada tikus yang dilukai. Di luar itu, jenitri menghilangkan sakit kepala alias antidepresan dan antiborok pada tikus terinjeksi. Uji praklinis yang melibatkan babi sebagai satwa percobaan, membuktikan jenitri mencegah kerusakan paru-paru. Sebelumnya, babi diinduksi pemicu luka, histamin, dan asetilkoline aerosol. Meski diberi zat perusak paru-paru, organ pernapasan babi-babi itu tetap baik. Duduk perkaranya karena glikosida, steroid, alkaloid, dan flavonoid yang terkandung dalam jenitri melindungi paru-paru. Keempat zat organik itu juga bersifat antibakteri. Terhitung 28 jenis bakteri gram positif dan negatif enyah oleh ekstrak jenitri antara lain Salmonella typhimurium, Morganella morganii, Plesiomonas shigelloides, Shigella flexnerii, dan Shigela sonneii. Waw mantep gan !!!! Menurut A B. Ray dari Department of Medicinal Chemistry, Banaras Hindu University, India, alkaloid yang terkandung dalam jenitri: pseudoepi-isoelaeocarpilin, rudrakine, elaeocarpine, isoelaeocarpine, dan elaeocarpiline. Senyawa itu berkhasiat meluruhkan lemak badan. Caranya, 25 gram buah Elaeocarpus ganitrus kering, dicuci dan direbus dalam 1 gelas air sampai air rebusan tersisa separuh. Setelah air rebusan dingin, saring, lalu minum sekaligus. lagi dah!!!! Pengisap polutan Cuma itu faedah genitri? Ada lagi peran lain yang dimainkan oleh genitri sebagaimana hasil riset Dwiarum Setyoningtyas dari Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung: jenitri sebagai penyerap polutan. Ia membandingkan konsentrasi gas sulfur oksida, nitrogen oksida, dan karbon monoksida dalam kotak kaca berisi tumbuhan ganatri dengan kotak tanpa tumbuhan. Ke dalam kedua kotak kaca diembuskan emisi gas buang dari hasil pembakaran tiga jenis bahan bakar yang memiliki kandungan biodiesel yang berbeda. Yaitu 10% biodiesel (B-10), 5% biodiesel (B-5), dan 0% biodiesel (B-0) sebagai pembanding. Hasilnya, tingkat pencemaran dari ketiga jenis emisi bahan bakar dalam kotak kaca berisi jenitri tercatat lebih rendah (sulfur oksida 0,81 ? 0,38 ppm, nitrogen oksida 0,49 ? 0,01 ppm, dan karbon monoksida 1,36 ? 0,71 ppm). Bandingkan dengan kotak kaca tanpa jenitri yang pencemarannya lebih tinggi. Untuk ke-3 zat kimia itu masing-masing 5,15 ? 1,77 ppm, 0,75 ? 0,15 ppm, dan 2,34 ? 1,36 ppm. Kesimpulannya genitri berperan menurunkan tingkat pencemaran.

Klik to Info :