Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Free Website Hosting

Sunday, January 30, 2011

Catur Guru

CATUR GURU
4 kepribadian yang harus dihormati oleh setiap orang Hindu
Untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat Hindu tidak terlepas dari disiplin dalam setiap tingkah laku kita sehari- hari lebih- lebih terhadap catur kang Sinangguh Guru. Kata Guru dalam bahasa Sanskerta berarti berat. Dalam Agama Hindu ada 4 yang dianggap guru adalah:
1. Guru Swadyaya : Tuhan yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai guru sejati maha guru alam semesta atau Sang Hyang Paramesti guru. Agama dan ilmu pengetahuan dengan segala bentuknya adalah bersumber dari beliau. SARWAM IDAM KHALUBRAHMAN (segala yang ada tidak lain dari Brahman). Demikian disebutkan dalam kitab Upanishad.
2. Guru Wisesa.
Wisesa dalam bahasa Sanskerta berarti purusa/ Sangkapurusan yaitu pihak penguasa yang dimaksud adalah Pemerintah. Pemerintah adalah guru dan masyarakat umum yang berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dan memberikan kesejahteraan material dan spiritual.

3. Guru Pengajian.
Guru Parampara. Guru di sekolah yang telah benar- benar sepenuh hati dan ikhlas mengabdikan diri untuk mendidik serta mencerdaskan kehidupan Bangsa.
4. Guru Rupaka.
Orang yang melahirkan (orang tua), tanpa orang tua kita tak akan ada oleh karena itu betapa besarnya jasa- jasa orang tua dalam membimbing putra- putranya untuk melahirkan putra yang baik (suputra).

TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU

TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU
Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
1. TATTWA (Filsafat)
2. SUSILA (Etika)
3. UPACARA (Yadnya)
1. TATWA
Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapacaradan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana.
TRI PRAMANA
Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsepsi ajaran yang disebut Tri Pramana. "Tri" artinya tiga, "Pramana" artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekatkebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:

1. Agama Pramana
2. Anumana Pramana
3. Pratyaksa Pramana

Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan: Artinya:
Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama. Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya. Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah disebut Anumana.
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya. Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).

Kalau direnungkan secara mendalam segala benda maupun kejadian yang menjadi pengetahuan dan pengamalan kita sebenarnya semua didapat melalui Tri Pramana.

1.1 Agama Pramana
Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang-orangsucilainnya.Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak pernah membuktikannya. Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda
1.2 Anumana Pramana
Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut:
YATRA YATRA DHUMAH, TATRA TATRA WAHNIH
Di mana ada asap di sana pasti ada api.
Contoh:
Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya .

Contoh:
Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
1.3 Pratyaksa Pramana
Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
Misalnya:
Menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha.Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha

Thursday, January 27, 2011

Dasa Bayu


Iki kaweruhakena maka purwa kanda nira andadaeken kandanta manusa ngaran, iki maka purwaning mijil kang Kanda Empat ngaran, semalihne wenang kaweruhkena iki kalinganta kuna, ngaran kanda empat semalih elingakena sadukta Bapanta lagi jajaka muang sang Ibunta lagi jajaka ika kaweruhakena ngaran semalih duk Bapanta matemi liring maring Ibunta hana mijil saking adnyana sandi iki mahangaran Sang Hyang Surya Candra, ngaran ika manerus maring panonro ngaran ika maharan Sang Hyang Arda Nareswari ngaran angganta Sang Hyang Asmara Aneleng.

Samalih wawu maucap-ucap, Bapanta ring Ibunta, hana mijil rasa saking daleming wredaya, anerus maring lambe ngaran angganta maharan Sang Hyang Panuntun Iswaramadu ngaran.

Samalih wawu Bapanta anggarepe susunira sang Ibunta, hana rasa mijil saking lepaning tangan kalih, ika maharan Sang Hyang Purusa napatan ngaran angganta maharan Sang Hyang Panguriping Jiwa ngaran.

Samalih wawu saharas Bapanta maring sang Ibunta, hana rasa umijil saking daleming taman sari, ika maran Sang Hyang Maruta Tunggal ngaran. Anerus maring tungtunging grana, ngaran angganta maharan Sang Hyang Sambu ngaran.

Wus mangkan airika matemu Bapanta ring sang Ibunta, irika matemu sarasaning istri kakung, ngaran ika maharani Sang Kama Lulut. Ngaran angganta maharani Sang Hyang Smara Gimbal ngaran.

Samalih tegep sawulan lawasnya Bapanta, ring sang Ibunta apulang sih. Hana Kama Petak mijil sakeng Bapanta, ngaran Kama Bang mijil sakeng Ibunta, ngaran ika hana mijil Surya Candra, ngaran ika maharan Sang Hyang Maya Siluman ngaran. 

Samalih wawu rong wulan lawasnya Bapanta apulang sih, hana mijil rasa bayu idep ngaran, ika ngaran Sang Hyang Smara Buncing. 

Samalih wawu telung wulan lawasnya Bapanta apulang sih hana mijil Sang Hyang Panca Wara Bhuana, ngaran ika ngaran Sang Kala Molih.

Samalih wawu petang wulan lawasnya Bapanta apulang sih, hana mijil Sang Hyang Dewanta Nawasanga, ngaran ika maharani Sang Kama Manik Saprah ngaran.

Samalih wawu limang wulan Bapanta apulang sih, hana mijil Pertiwi, muang Akasa miwah lintang tranggana, muang Mega lawan awan ngaran. Ika macampuh madeg matunggalan kabeh, ngaran ika mamurti wastu mereka jadma, ngaran ikanta Sang Kama Reka ngaran.

Wus mangkana genep saptasaning mandadya jana, wus mahulu, marambut, makarna, manetra, mahirung, macangkem, mabahu, mawak, matangan, suku, gigir mawaduk, mawedel, mabaga, mapurus, masilit, macunguh, majeriji, samalih egepsapadagingnya muang jajeron kabeh, irika maharani Sang Hyang Cili mereka mati Mahajita ngaran.

Dewatanya Sang Hyang Citra Gotra ngaran, kahemban dening babuktas bang, babu gundi ngaran, ne mangraksa Sang Hyang Mandiraksa, miwah babu galungan ngaran, ika tan kaweruhakena kandanta mandadi janma ngaran. 

Samalih wawu nem wulan lawasnya dijero weteng, malih hana sanakta mijil sakeng Ibunta, maharani babu lembana, ngaran angganta maharani I Larakuranta ngaran.

Wawu pitung wulan lawasta dijero weteng malih hana sanakta mijil saking Bapanta maharani babu abra, ngaran angganta maharani Sang Hyang Lumut ngaran.

Wawu kutus wulan lawasta dijero weteng malih hana sanakta mijil saking Bapanta maharani babu kekere, ngaran angganta maharan Sang Hyang Kamagere ngaran. Samalih irika sanakta kabeh pada asih asanak lawan sirenga muang matunggalan pangan sanakta ring sira. Pada amangan lumuting batu muang mreta titising kundi manik, ngaran merta ika maring Windurasyamuka ngaran.

Samalih wusta tinegesang sanaktane mijil irika maharani I Kaki Siwagotra mwah I nini Siwagotra sanakta ngaran angganta maharani Sang Hyang kumrencang kumrincing ,ngaran.

Samalih wusira maosanak kunit ring apuh, mangkapan ring lahar.

Sanakta, irika ang ganta maharan Sang Hyang Purwa sarikuning ngaran samalih wus kadyusing toya., irika maharan Sang Naga Gombang ngaran. Samalih sadurung ta manganing yeh susun ibunta maharani Sang Kama Ngamni, ngaran. Samalih wawu taten amanganing yeh susun, irika maharani Sang Singununing Pamangan Empehan, ngaran. Samalih wawu bias umajeng sekul, irika maharani Sang Dumasrata, ngaran. 

Wus mangkana putus mayanira magantung puserta, irika pegat puserta. Irika angganta maharan Sang menget Astiti jakti, ngaran. Samalih wus ta wruha maninggalin bape ibunta, irika maharani sire Sang Hyang panon Pandeleng, ngaran.

Samalih wuwunta weruh kumbrah mangiring, irika maharani sire Sang Hyang maya wayahan, ngaran. Samalih wuwunta malinggeb mabading tur menangis, irika maharani sira Sang Hyang Eta eto, ngaran. Samalih di wawunta keheng, irika maharani sire Sang Hyang Japamantra, ngaran. Samalih diwawunta wruh mawangsit wangsit, Irika sire maharani sire Sang Hyang Kunti Swara, ngaran. Samalih diwawunta wruh malungguh maharan sire Sang Hyang Guru, ngaran. Diwawunta wruh maningkok maharan sire Sang Hyang Pakirya- kirya, ngaran. Diwawunta wruh mbahang maharan sire Sang Hyang Unggat-unggit kawenang ngaran. Diwawunta wruh jeleg - jeleg maharan sire Sang Hyang Tangan Sidi ngaran. Diwawunta wruh angirid - angirid dodot maharan sire Sang Hyang Rare Anggon ngaran. Diwawunta wreh papalalyan, maharan sire Sang Hyang Astagina ngaran. Diwawunta wruh amanganing angganta, maharan sire Sang Hyang Astatunggal angaran. Diwawunta wruh mapayas maharan sire Sang Hyang Anuksmara-anismari ngaran. Iwawunta wruh mapisage, maharan sire Sang Hyang Ameng - ameng ngaran. Diwawunta Wruh macanda-candayan maharan sire Sang Hyang Arda Asih ngaran. Mangke ikanta kawrehakene, sakandanire duk mijil saking guwa garban sang ibunta, ngaran Samalih sawatek ta kawenangkene gering manusa padane, diliwarta solas dinane, ngaran. Diliwase ika kawenang kene gering manusa padane sapakiryaning wang ala ngaran. Samalih sajeroning solas dine, ta takewenang manuse padane mangringin awak sariranta, apan I buyut, I kompiang, muang I wayah, sami pada dane istri kakun pade ngrejeg ring awak sariranta, ngaran. Samalih wus ta nampi banten pangroras dinanta mijil, irika dane pada mantuk, ngaran.

Ikanta kawruhakena makakandanta duk wawu mijil, ngaran. Samalihnya gering sang lare sajeroning solas dina, ika gering baktan sang dumadi ngaran samalihyanta sang dumadi makta geringnya ika gering sanakta sane sareng mijil, ika milara ring lare ika, ngaran. Ika kawruhakena maka kakandanta wawu mijil, saking guwe garban sang ibunta, ngaran. Samalih sang lare kene gerimg lare sajeroning tigang sasihnya.

Ika Yayah Ibunya mwah sanakta wenang manunggu larenta, ngasa, widuh bang wus pinuja, basmain matampak,dara bilang sandinya, samalih digidat tangannya dumunang basmain, Ma :
“ Ih embok tunjung putih, saje keto sang ketane ento watu japan mulih kaswargan, mulih kagedong kunci, ditu ajak titiyang meme bape, disubane ya peteng, disubane ya lemah, kemo ke pasar titiyang bareng milu ditu, I meme bape disubane ya teke mulih, meme bape mangempu titiang manampak pretiwi hana durga bencana, muang makirya ala paksa ne ring titiang yan hana buta yaksa, buta yaksi, buta kala, buta dengen, muang guna tuju teluh teranjana, memaksa man ngalih tiang meme bapa mulakang ngundurang akena, wastu pada kita medek anyembah maring meme bapa kune, wastu tiang luput ati, sing teka guna sastru pada singular, ‘ ngda (nga).

Wus mangkana, malih lekasing papagerang Sanak Sang Laranenga, Sa ; Don tatwa, wus pinuja malih pak – pak sembar akeke ring sagenah larenta maturu ping tiga, ilehan. Ma ;
Om buta putih tiga, Om Am Um Mam, Om buta putih mungguhing papusuh, sumusup ring tanganta karo, Om mam ika swaranya, Om am kala brahma ring peparu, sumusup ring cangkem anerusring ati, Om um kala segara, hening ring pangadengane papageran, sumusup ring soca kalih, Om hrang om kala dengen, umungguh maring pamunggalaning pangen – angen, sumusup ring hirung kalih, pamijil sira kabeh maring gumi pertiwi, kemiten I lara gili atangi aturu, empunenden abecik, yen ana hala kira – kirane, maringlara ingsun, sira pada anulakena, mamrangana
lah poma3, sa ba ta a i.”

Samalih wusta mangkana, iki regep akena paunguwan Sang Ibunta muang ring paunguwan Bapanta, ngaran semalih paunguwan Sang Ibunta regepan ring daleming wredaya, wusta merasa ditu, malih turun akeke maring daleming segara madu, ngaran. Wusta merasa ditu, irika patasang makekalih, I Meme miwah I Bapa, patuhang cangkakan lidahta, ngaran. Wus mangkanamarasa pada dadi sanunggal. I Meme iskara ngaran I Bapa, imahet ngaran. Iki kon pada mangempu, ngaran samalih wusta marasa samangkana regepan mangempu daleming ampru, ngaran. 

Wusta merasa ditu, malih regepta sang menerus ring soca kalih, ngaran. Samalih marasa ditu, terusa kena maring tungtunging sunya tawangpangentum ngaran mijil pada mangempu ngaran.

Samalih tingkahnya mangempu, I Bapa maugemang keris I Meme magemang pedang, ngaran. Iki ta kaweruhakena, pingit dahat iki, kawhuakena sadukta wawu makerajanma. Sadukta kari di jero guwa garba Ibunta ika takawruhakena tatwanta nilih pawakan maring Hyng Ibu Pertiwi ngaran, apan mawak tunggal buana agung miwah alit, angganta naran. Ika ta kaweruhakena manilih awakte dadi janma, ngaran. Samalih panilihta kawruhakena, ngaran kulit kabeh, nilih ring pertiwi, ngaran bulunta kabeh nilih ring padang, ngaran tulang ta kabeh nilih ring kayu, ngaran daging ta kabeh nilih ring paras, ngaran muluk ta nilih ring endut, ngaran rambut ta nilih ring gulem muang awun – awun ngaran cangkem ta.


Friday, January 21, 2011

Kekerasan Berlatar Adat makin Mengkhawatirkan

Kekerasan yang melibatkan orang Bali kini jumlahnya cenderung meningkat. Sejumlah kasus adat yang mencuat ke permukaan mengindikasikan makin beringasnya orang Bali dalam menyikapi permasalahan. Perebutan lahan kuburan, pelaba pura, tapal batas, hingga pertikaian karena warisan, tak hanya menimbulkan senketa perdata, tetapi telah berada di jalur pidana. Dalam hal perebutan warisan sesama krama Bali ada yang tega melakukan pembunuhan. Tak hanya itu, dalam kehidupan dunia malam dengan menjamurnya kafe ke desa-desa, sejumlah remaja putri Bali dilaporkan telah melakukan praktik-praktik pelacuran. Lalu, bagaimana potret perilaku kekerasan berlatar adat belakangan ini?

BERBICARA tetang tindak kriminal, rujukkannya ada banyak hal. Selain angka-angka kejahatan yang terjadi sepanjang hari, aksi kekerasan yang melibatkan massa juga patut dievaluasi. Konflik yang melibatkan massa juga layak dicermati mengingat potensi terjadinya tindak pidana dalam konflik adat ini sangat terbuka. Konflik internal sesama krama Bali ini umumnya dibumbui kasus adat dengan sumber konflik adalah batas-batas wilayah, areal kuburan, termasuk pelaba pura.

Konflik adat di Bali tak hanya mengundang kekhawatiran tokoh-tokoh masyarakat Bali. Trend terjadinya kasus adat di Bali bahkan sempat menjadi perhatian Mendagri. Tahun lalu, dalam sambutan HUT ke-49 Pemprop Bali, Mendagri menilai orang Bali cenderung makin beringas dalam menyikapi masalah. Ungkapan ini tampaknya benar-benar didukung fakta. Buktinya, kasus-kasus adat karatan kembali meletup. Di Gianyar, kasus berlatar belakang adat antara Semana-Ambengan kembali meletup. Kasus yang dipicu sengketa lahan kuburan ini tak kunjung tuntas. Wilayah Gianyar tampaknya memiliki potensi kasus adat yang sangat besar dibandingkan kabupaten lainnya di Bali.

Berdasarkan catatan Pusat Data Bali Post, kasus berlatar adat di Gianyar di antaranya kasus Pakudui, kasus Mulung-Sumita, kasus tapal batas wilayah Desa Ubud-Mas serta kasus adat di Tampkasiring.

Di Tabanan, kasus adat sempat mencuat di Desa Brembeng, Selemadeg. Kasus ini juga dilatari areal kuburan. Dua desa di Tabanan juga sempat memanas gara-gara isu penyerangan. Ketegangan antara massa Desa Bajera dan Lenganan, Kecamatan Selemadeg sempat mengundang kecemasan aparat.

Perebutan tapal batas juga menjadikan kasus menahun antara Macang-Ngis di Karangasem. Di Klungkung perebutan areal pelaba pura juga sempat mencuat. Data ini mengindikasikan kalau potensi meletupnya kasus-kasus adat di tanah Bali akan tetap terbuka sepanjang tak ada pendekatan yang mengedepankan kebersamaan untuk menjaga Bali.

Pencurian Pratima
Di luar kasus adat, trend terjerumusnya krama Bali dalam perilaku tindak kriminal juga cenderung meningkat. Buktinya, aktor pencurian pratima yang terungkap belakangan ini ternyata melibatkan orang Bali. Bahkan, dalam kasus judi yang juga dikategorikan melanggar KUHP, kini banyak orang Bali berstatus tahanan gara-gara kartu cekian, domino termasuk tajen atau sabungan ayam. Ratusan orang Bali dari kabupaten/kota yang ada dilaporkan sempat menjadi penghuni sel kepolisian gara-gara bermain judi.

Tak hanya itu, kini ada remaja Bali juga merambah dunia malam. Sejumlah remaja putri Bali bahkan sempat berurusan dengan pihak kepolisian karena tertangkap basah sedang melayani hidung belang. Tak hanya itu, aktor video porno yang direkam lewat handphone juga menyeret sejumlah wanita Bali karena bermesum ria dengan pasangan selingkuhnya.

Berdasarkan data Polda Bali, tindak kriminal yang melibatkan orang Bali juga meningkat. Data Polda Bali menunjukkan pada tahun 2007 ada 25 kasus judi sabungan ayam yang ditangani kepolisian. Umumnya yang terjerat dalam kasus ini adalah orang Bali. Selain itu, kasus judi cekian dan domino yang dijaring mencapai 58 kasus. Sama dengan pelaku sabungan ayam, bebotoh yang menjadi tersangka dalam judi kartu ini juga dominan orang Bali.

Sementara data kejahatan hingga pertengahan tahun 2008, sudah mencapai 2.821 kasus dengan total kasus terselesaikan mencapai 1.878 kasus. Sedangkan total kasus curat, curanmor, dan pembunuhan tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 mengalami kenaikan 105 kasus (21%). Sedangkan curas dan miras mengalami penurunan 10 kasus (20%).

( Kemana Tatwanasi kita?kemana Ajeg Bali Kita...?)

Saturday, January 8, 2011

Dharma sesana Pemangku

Sesuai dengan :
Surat dinas Agama Otonom Daerah Bali, tanggal 29 Oktober 1956,
Keputusan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma ke II NO: V/ Kep/ PHD/ 1968,
Keputusan Seminar Ke l Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek- Aspek Agama Hindu tanggal 23 s/ d 26 Februari 1975 di Amlapura tentang Kawikon

Ketiga bahan tersebut di atas mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mudah dihayati serta patut dipedomani, karenanya sangat perlu dikukuhkan serta dijabarkan dan ditambahkan sesuai dengan keperluannya sebagai berikut :


Pengertian Pamangku.
Pamangku adalah rohaniawan Hindu tingkat Eka Jati yang dapat digolongkan Pinandita.

Tingkatan Pamangku.
Pamangku tapakan Widhi pada:
Sad Kahyangan.
Dang Kahyangan.
Kahyangan Tiga.
Paibon, Panti, Padharman, Merajan Gede dan yang sejenisnya,
Pamangku Dalang.

Sasana Pamangku.

Gagelaran Pamangku.
Gagelaran/ Agem- agem Pamangku sesuai dengan ucap rontal Kusuma Dewa, Sangkul Putih disesuaikan dengan tingkat Pura yang diamongkannya.
Gagelaran/ Agem- agem Pamangku Dalang sesuai dengan Dharmaning Padalangan, Panyudamalan dan Nyapu Leger.

Hak Pamangku.
Bebas dari ayahan desa, sesuai dengan tingkat kepemangkuannya.
Dapat menerima bagian sesari aturan/ sesangi.
Dapat menerima bagian hasil dari pelaba pura (bagi pura yang memiliki).

Wewenang Pamangku.
Nganteb upakara upacara pada kahyangan yang diemongnya.
Dapat ngeloka pala seraya sampai dengan madudus alit, sesuai dengan tingkat pawintenannya dan juga atas panugrahan nabe.
Waktu melaksanakan tugas agar berpakaian serba putih, dandanan rambut : wenang agotra, berambut panjang, anyondong, menutup kepala dengan destar.

Bebratan pamangku.
Menjalankan Yama Niyama Berata yaitu:

Panca Yama Brata
1. Ahimsa
2. Brahmacari.
3. Satya
4. Awyawaharika
5. Astenya

Panca Niyama Brata :
1. Akroda.
2. Guruçusrusa.
3. Sauca.
4. Aharalagawa.
5. Apramada


KHUSUS.
Bagi daerah- daerah yang menganut dresta/ sima yang bersifat khusus dapat diberikan pengecualian sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh purana atau sima setempat.
Syarat- syarat pamangku, sehat lahir dan batin, berpengetahuan, dan tidak cedangan.

Sumber

Klik to Info :