Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Free Website Hosting

Wednesday, November 23, 2011

Rsi Yadnya Abhiseka Ida I Dewa Ketut Mardiana

Tabanan(Cara bali)

Sabtu (19/11), Sanicara Umanis Watugunung , bertepatan dengan hari Saraswati , bertempat di Kedhatuwan Kawista, Desa Belatungan Pupuan Tabanan, ratusan krama Bali menghadiri puncak Karya Rsi Yadnya Abhiseka Apodgala Madiksa Ida I Dewa Mardiana. Ida I Dewa Mardiana, sebelumnya dikenal sebagai pemerhati sosial sekaligus tokoh spiritual Bali, yang getol melakukan pembinaan umat hindu di berbagai pelosok nusantara.


Dengan dilaksanakannya upacara Rsi Yadnya ini, Ida I Dewa Mardiana selanjutnya mabhiseka Ida Sri Begawan Putra Natha Nawawangsa dan istri beliau mabhiseka, Ida Sri Begawan Istri Putra Natha Nawawangsa.

Menurut Manggala Karya Resi Yadnya, I Dewa Made Suamba Negara, rangkaian acara Rsi Yadnya ini dimulai sejak 5 Nopember 2011 diawali dengan; Diksa Pariksa dan Pengukuhan Taruna Dulang Manggap, dilanjutkan dengan Mejejauman Ring Kasuhunan Nabe Watra lan Nabe Saksi, Amati Raga utawi Mono Brata lan Ngekeb, dan hari ini sabtu, Sanicara Umanis Watugung, (19/11) merupakan puncak karya Abhiseka Apodgala Diksa. Rangkaian karya berikutnya adalah Ngelinggihang Weda Ring Putra Dhalem Baturenggong-Merajan Kedhatuwan Kawista Belantungan, dan akan berakhir 1 Januari 2012 dengan Mapulang Lingga ring Merajan.

Pada puncak Karya Rsi Yadnya kali ini, hadir Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, sekaligus memberikan dharma wacana, serta hadir pula sejumlah tokoh dan undangan dari berbagai unsur dan pejabat pemerintah di Bali

Saturday, September 17, 2011

Konflik adat di Budaga-Kemoning

Konflik Budaga-Kemoning

13 April 2011
Riak-riak ketegangan muncul antara Kemoning - Budaga, saling klaim keberadaan Pura Dalem, Pura Prajapati, dan setra.

23 April 2011
Pemasangan baliho oleh Budaga dibalas warga Kemoning.
Paruman menyepakati kasus ini diserahkan ke bupati.

22 Juni 2011
Kedua kubu nyaris bentrok. Warga Budaga sempat menduduki jalan masuk ke Pura Dalem didesak mundur oleh warga Kemoning yang membawa senjata.

24 Juni 2011
Kedua kubu masih tegang.

30 Juni 2011
Bendesa Adat Kemoning, I Wayan Mustika, dilaporkan ke polisi dalam kasus rebutan Pura Dalem. Kedua kubu kembali tegang.

10 Juli 2011
Ketegangan saat pengabenan jenazah seorang warga Budaga, Wayan Pande.

12 Agustus 2011
Lahan kuburan yang disengketakan dijaga ketat pihak Brimob Polda Bali pascapenguburan jenazah Ni Wayan Norsi, asal Budaga.

17 September 2011
Bentrok terbuka, satu tewas, puluhan luka-luka.(sumber )

Dari semua kasus-kasus adat yang terjadi di Bali belakangan ini menandakan Orang-orang Bali kini telah pintar-pintar.Pintar bertengkar dengan sesama semeton Bali.Kemana "AJEG BALI"yang selalu di gembar-gemborkan....?
Kemana Arti dan Makna "Tatwam Asi" selama ini...?
Mari kita renungkan bersama.

Thursday, July 21, 2011

Tradisional Bali

Bali adalah pusat pariwisata di Indonesia. Banyak yang mengatakan bahwa Anda belum ke Indonesia jika belum pernah mengunjungi Bali. Pulau Bali merupakan tujuan favorit para pelancong baik dari mancanegara maupun lokal, hal ini dikarenakan Bali memang memiliki keanekaragaman budaya juga daya tarik alam yang sangat luar biasa.
Secara garis besar, Provinsi Bali terdiri dari beberapa pulau, yakni Pulau Bali sebagai pulau terbesar, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Serangan dan Pulau Menjangan yang terletak di bagian barat Pulau Bali. Pulau Bali sendiri terletak di antara dua pulau besar, yaitu pulau Jawa di sebelah barat dan pulau Lombok di sebelah Timur.
Pulau Bali terkenal memiliki pantai yang indah seperti pantai Kuta dan Sanur, namun Pulau bali juga memiliki daerah pegunungan yang indah, diantara gunung gunung yang terdapat di pulau Bali yaitu Gunung Batur (1.717 meter) dan Gunung Agung (3.142 meter). Sedangkan gunung yang tidak berapi antara lain adalah Gunung Merbuk (1.356 meter), Gunung Patas (1.414 meter) dan Gunung Seraya (1.058 meter) serta beberapa gunung lainnya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan wilayah Bali secara geografis terbagi dalam dua bagian yang tidak sama, yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Selain itu, Provinsi Bali juga memiliki empat buah danau, yakni Danau Buyan, Danau Beratan, Danau Tamblingan, dan Danau Batur. Kombinasi dari topografi di atas membuat lanscape Bali menjadi sempurna untuk pariwisata.

Wednesday, June 22, 2011

Burung Perkutut Bali



Burung Perkutut memang banyak dipelihara orang karena selain kicauanya yang merdu burung ini juga harganya masih relatif murah kecuali perkutut yang kicauan nyaring dan berbeda dari kebanyakan perkutut lainya tak jarang pecinta burung berani membayar dengan harga tinggi, jenis burung perkutut ini burungnya masih relatif banyak, tapi jangan diburu, ditembak ya gan ... kasihan anak cucu kita ntar ngga bisa lihat ,lagian lo diambil dagingnya seberapa sih banyaknya daging burung, burung bagi saya pribadi nyawa sebuah alam rasanya tenang banget kalau dengar kicauan burung disekitar kita jika anda berniat memeliharanya maka peliharalah dengan baik, sykur dikembangbiakan, oke gan ni sedikit pengetahuan tentang burung perkutut.
perkutut (Geopelia striata, familia Columbidae) adalah sejenis burung berukuran kecil, berwarna abu-abu yang banyak dipelihara orang karena keindahan suaranya. Dalam tradisi Indonesia, terutama Jawa, burung ini sangat dikenal dan digemari, bahkan agak lebih "dimuliakan" dibandingkan dengan burung peliharaan lainnya. Perkutut masih berkerabat dekat dengan tekukur, puter, dan merpati. Persilangan (hibrida) antara perkutut dan tekukur dikenal dalam dunia burung hias sebagai "sinom" (bahasa Jawa) dan memiliki kekhasan pola suara tersendiri.


Ciri Morfologisnya :

1. Burung perkutut bertubuh kecil.Panjangnya berkisar antara 20-25 cm.
2. Kepalanya membulat kecil,berwarna abu-abu.
3. Paruhnya panjang meruncing dengan berwarna biru keabu-abuan.
4. Mata burung perkutut bulat dengan iris berwarna abu-abu kebiru-biruan.
5. Lehernya agak panjang dan ditumbuhi bulu-bulu halus.
6. Bulu disekitar dada dan leher membentuk pola garis melintang berwarna hitam dan putih.
7. Bulu yang menutupi badan perkutut berwarna kecokelatan.
8. Pada bulu sayap terdapat garis melintang berwarna cokelat tua.
9. Bulu ekornya yang juga berwarna cokelat agak panjang.
10. Jari-jari perkutut berjumlah 8 dengan kuku-kuku yang runcing.Jadi jumlah jari sebelah kaki adalah 4.
11. Tiga dari empat jarinya ada di depan dan sebuah jari di belakang.
12. Jari-jari perkutut berguna untuk bertengger.

Mau Beli Burung Perkutut Bali @Rp.75.000

Saturday, June 11, 2011

TUMPEK WARIGA




SABAN kali perayaan hari Tumpek Pengatag, sekelumit doa sederhana itu senantiasa terngiang di telinga saya Ketika masih kecil, ibu memang sering mengajak saya ikut mengupacarai sejumlah pepohonan dirumah, terutama yang menghasilkan buah yang bisa dimakan. Doa itu mengandung penghargaan agar sang pohon bisa berbuah lebat (nged) adalah kosa kata bahasa Bali yang berarti berbuah banyak = lebat) sehingga bisa digunakan untuk keperluan upacara hari raya Galungan yang jatuh 25 hari berikutnya.



Dalam konsepsi Hindu, saat Tumpek Pengatag - dikenal juga sebagai Tumpek Wariga, Tumpek Uduh atau Tumpek Bubuh - dihaturkan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi sebagai Sangkara, Dewa Penguasa Tumbuh-tumbuhan yang dikonkretkan melalui mengupacarai pepohonan. Memang, menurut tradisi susastra Bali, yang menyebabkan tumbuh-tumbuhan hidup dan memberikan hasil kepada manusia adalah Hyang Sangkara. Karenanya, ucapan syukur dan penghormatan kepada Hyang Sangkara mesti dilakukan manusia dengan mengasihi segala jenis tumbuh tumbuhan. Dengan demikian, sejatinya, perayaan hari Tumpek Pengatag memberi isyarat dan makna mendalam agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa menopang hidup dan penghidupannya. Pada Tumpek Pengatag, momentum kasih dan sayang kepada alam itu diarahkan kepada tumbuh-tumbuhan. Betapa besarnya peranan tumbuh-tumbuhan dalam memberi hidup umat manusia. Hampir seluruh kebutuhan hidup umat manusia bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Mulai dari pangan, sandang hingga papan.


Karena itu pula, tradisi perayaan Tumpek Pengatag tidaklah keliru jika disepadankan sebagai peringatan Hari Bumi ala Bali. Tumpek Pengatag merupakan momentum untuk merenungi jasa dan budi Ibu Bumi kepada umat manusia. Selanjutnya, dengan kesadaran diri menimbang-nimbang perilaku tak bersahabat dengan alam yang selama ini dilakukan dan memulai hari baru untuk tidak lagi merusak lingkungan. Sampai di sini, dapat disimpulkan bahwa para tetua Bali di masa lalu telah memiliki visi futuristik untuk menjaga agar Bali tak meradang menjadi tanah gersang dan kering-kerontang akibat alam lingkungan yang tak terjaga. Bahkan, kesadaran yang tumbuh telah pula dalam konteks semesta raya, tak semata Bali. Visi dari segala tradisi itu bukan semata menjaga kelestarian alam dan lingkungan Bali, tetapi juga kelestarian alam dan lingkungan seluruh dunia. Istimewanya, segala kearifan itu muncul jauh sebelum manusia modern saat ini berteriak-teriak soal upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Jauh sebelum dunia menetapkan Hari Bumi, tradisi-tradisi Bali telah lebih dulu mewadahinya dengan arif.



Hanya memang, perayaan Tumpek Pengatag sebagai Hari Bumi ala Bali menghadirkan ironi tersendiri. Dalam berbagai bentuk, ritual dan tradisi itu berhenti pada wujud fisik upacara semata, dampak keterjagaan terhadap lingkungan Bali tak tampak secara signifikan. Kenyataannya, alam Bali tiada henti tereksploitasi.



Hingga tahun 2003 kerusakan hutan di Bali sudah mencapai 50% dari tegalan ideal, sehingga luas hutan di Bali hanya sekitar 18%. Padahal, menurut UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas hutan yang ditetapkan adalah 39% dari luas Pulau Bali yang mencapai 5.632,86 Km2. Menyusul tingginya mobilitas penduduk, Bali juga mulai mengalami krisis air. Hal ini dikarenakan mengering dan mengecilnya debit air sebagian dari sekitar 500 mata air dan sungai yang mengalir sepanjang tahun cenderung menjadi sungai tadah hujan. Kondisi ini juga diperparah lagi dengan alih fungsi sawah, irigasi yang mencapai 1.000 hingga 3.000 hektar per tahun serta turunnya kesuburan tanah dengan tersisanya zat hara hanya sekitar 22%.



Situasi serba paradoks ini sesungguhnya lebih dikarenakan pemaknaan yang tidak total atau tanggung terhadap ritual-ritual yang ada. Ritual-ritual itu yang sesungguhnya hanya alat, sebatas wadah untuk mengingatkan, tidak diikuti dengan laku nyata, tidak disertai dengan aksi konkret. Karenanya, yang mesti dilakukan saat ini adalah upaya untuk memaknai ritual-ritual itu secara lebih kontekstual dan total sekaligus menyegarkannya dalam tataran laku tradisi. Perlu ada reaktualisasi terhadap kearifan-kearifan tradisi yang dimiliki Bali.



Karenanya, akan menjadi menawan, bila Tumpek Pengatag tak semata diisi dengan menghaturkan banten pengatag kepada pepohoran, tapi juga diwujud-nyatakan dengan menanam pohon. serta menghentikan tindakan merusak alam lingkungan. Dengan begitu, Tumpek Pengatag yang memang dilandasi kesadaran pikir visioner menjadi sebuah perayaan Hari Bumi yang paripurna. Bahkan, manusia Bali bisa lebih berbangga, karena peringatan Hari Bumi-nya dilakonkan secara nyata serta indah menawan karena diselimuti tradisi kultural bermakna kental.
(Sumber)

Tuesday, April 5, 2011

Pura Segara Rupek

TAK banyak yang tahu, ujung terjauh Bali di bagian barat bukanlah di Gilimanuk, melainkan di Segara Rupek. Dalam peta Pulau Bali, lokasi Segara Rupek ini tepat berada di ujung hidung Pulau Bali. Ini termasuk wilayah Kabupaten Buleleng. Dari sinilah sesungguhnya jarak dekat antara Bali dengan Jawa dan di sinilah secara historis menurut sumber-sumber susastra-babad, kisah pemisahan Bali dengan Jawa dimulai, sehingga Bali menjadi satu pulau yang utuh dan unik.

Bisa dimengerti apabila tak banyak orang tahu betapa penting dan strategis keberadaan Segara Rupek bagi Bali. Untuk mencapai Segara Rupek relatif tidak mudah, bila hendak menempuh jalan darat satu-satunya jalan yang bisa ditempuh mesti melewati jalan menuju ke Pura Prapat Agung dan dari lokasi Pura Prapat Agung ini masih harus dilanjutkan lagi menempuh perjalanan darat sekitar 5 km menelusuri hutan lindung Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Kondisi sarana, prasarana dan infrastruktur yang belum memadai demikian kiranya turut pula mempengaruhi Segara Rupek tidak mendapat perhatian semestinya, baik dari kalangan tokoh masyarakat Bali, bahkan juga dari kalangan pemimpin di Bali. Di Segara Rupek hingga kini belum ada pelinggih sebagai tonggak atas suratan sejarah, padahal lokasi ini jelas-jelas menjadi babakan dan tonggak penting dalam sejarah Bali.



Berdasarkan sumber susastra maupun berdasarkan keyakinan spiritual, saya menemukan bahwa lokasi Segara Rupek sudah sepatutnya diperhatikan sekaligus di-upahayu. Yang ada sejauh ini masih kurang layak. Menurut lontar Babad Arya Bang Pinatih, Empu Sidi Mantra beryoga semadi memohon kerahayuan seisi jagat kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni, Danghyang Sidimantra dititahkan untuk menggoreskan tongkat beliau tiga kali ke tanah, tepat di daerah ceking geting. Akibat goresan itu air laut pun terguncang, bergerak membelah bumi maka daratan Bali dan tanah Jawa yang semula satu itu pun terpisah oleh lautan, lautan itu dinamakan Selat Bali.

Guna lebih mempertebal rasa bakti sesuai dengan sumber susastra, dan ikut juga mayadnya ngastitiang kerahayuan jagat Bali, bahkan seluruh wilayah Indonesia maka: ngatahun awehana uti; nista, madya, utama ayu jawa pulina mwang banten bali pulina suci linggih dewa, paripurna nusantara. Artinya: setahun sekali dilakukan upacara pakelem, banten dirgayusa bumi, tawur gentuh pada hari Anggara Umanis, Wuku Uye.
sedangkan untuk pujawalinya jatuh pada hari Purnama Sasih Jiesta.

Saturday, March 26, 2011

Sejarah Indonesia Berkebudayaan Hindu ( Kerajaan Kalingga,Kediri )

Kerajaan Kalingga
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah, yang pusatnya berada di daerah Kabupaten Jepara sekarang. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Shima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Putri Maharani Shima, PARWATI, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama MANDIMINYAK, yang kemudian menjadi raja ke 2 dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama SANAHA yang menikah dengan raja ke 3 dari Kerajaan Galuh, yaitu BRATASENAWA. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama SANJAYA yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732M).
Setelah Maharani Shima mangkat di tahun 732M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan KALINGGA UTARA yang kemudian disebut BUMI MATARAM, dan kemudian mendirikan Dinasti / Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari TEJAKENCANA, yaitu TAMPERAN BARMAWIJAYA alias RAKEYAN PANARABAN.
Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja KALINGGA SELATAN atau BUMI SAMBARA, dan memiliki putra yaitu RAKAI PANANGKARAN.


KERAJAAN KEDIRI
Pada akhir perkembangan kerajaan Medang Mataram, bahwa pada tahun 1041 atau 963. Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan sebutan Jenggala dan Panjalu, yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas. Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibukotanya Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibukotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitabkitab sastra.
Sumber-sumber Prasasti
Prasasti-prasasti menjelaskan kerajaan Kediri antara lain yaitu:
a. Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
b. Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
Selain dari prasasti-prasasti tersebut di atas, sebenarnya ada lagi prasasti-prasasti yang lain tetapi tidak begitu jelas. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas Jenggala.
Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain.
Berita Cina tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M
Dengan demikian melalui prasasti, kitab sastra maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan Kediri dalam berbagai aspek kehidupan dapat diketahui.
Dalam perkembangan politiknya wilayah kekuasaan Kediri masih sama seperti kekuasaan raja Airlangga, dan raja-rajanya banyak yang dikenal dalam sejarah karena memiliki lencana atau lambang sendiri.
Untuk menambah pemahaman Anda tentang kekuasaan Kediri, maka simaklah gambar 14 peta kekuasaan Kediri berikut ini!

Peta Kekuasaan Kediri
Setelah Anda menyimak peta kekuasaan Kediri pada gambar 2.10 tersebut, lanjutkan menyimak uraian materi berikutnya.
Raja-raja yang terkenal dari kerajaan Kediri antara lain Raja Kameswara (1115 - 1130 M) mempergunakan lancana Candrakapale yaitu tengkorak yang bertaring pada masa pemerintahannya banyak dihasilkan karya-karya sastra, bahkan kiasan hidupnya dikenal dalam Cerita Panji.
Raja selanjutnya adalah Jayabaya memerintah tahun 1130 - 1160 mempergunakan lancana Narasingha yaitu setengah manusia setengah singa pada masa pemerintahannya Kediri mencapai puncak kebesarannya dan juga banyak dihasilkan karya sastra terutama ramalannya tentang Indonesia antara lain akan datangnya Ratu Adil. Tahun 1181 pemerintahan raja Sri Gandra terdapat sesuatu yang menarik pada masa, yaitu untuk pertama kalinya didapatkan orang-orang terkemuka mempergunakan nama-nama binatang sebagai namanya yaitu seperti Kebo Salawah, Manjangan Puguh, Macan Putih, Gajah Kuning, dsb. Selanjutnya tahun 1200 - 1222 yang menjadi raja Kediri adalah Kertajaya. Ia memakai lancana Garudamuka seperti Ria Airlangga, sayangnya raja ini kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Hal inilah yang akhirnya menjadi penyebab berakhirnya kerajaan Kediri, karena kaum Brahmana meminta perlindungan kepada Ken Arok di Singosari sehingga tahun 1222 Ken Arok berhasil menghancurkan Kediri.
Demikianlah uraian materi tentang kehidupan politik raja Kediri. Dari penjelasan tersebut apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda sudah paham simak kembali uraian materi selanjutnya. Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil bumi. Demikian keterangan yang diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-ta.
Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik, bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta orang-orang Kediri telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.

Sejarah Indonesia Berkebudayaan Hindu

Kerajaan Kutai.

Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di
Nusantara dan seluruh Asia Tenggara.
Kerajaan ini terletak di Muara Kaman,
Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam.
Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya
prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut.
Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak
ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini.
Karena memang sangat sedikit informasi yang
dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah.

Sejarah
Informasi yang ada diperoleh dari Yupa / Tugu dalam
upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4.
Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi
para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai.
Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja
yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya
menyedekahkan 20.000 ekor lembu kepada brahmana.

Mulawarman.

Mulawarman adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga.
Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan
pengaruh bahasa Sanskerta bila dilihat dari cara penulisannya.
Kudungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja)
yang datang ke Indonesia.
Aswawarman mungkin adalah raja pertama Kerajaan Kutai
yang bercorak Hindu. Ia juga diketahui sebagai pendiri
dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta,
yang artinya pembentuk keluarga.
Aswawarman memiliki 3 orang putera,
dan salah satunya adalah Mulawarman.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman.
Dari yupa diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman,
Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan.
Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar
karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing,
hingga sangat sedikit yang mendengar namanya.

Nama-nama Raja Kerajaan Kutai.

1. Maharaja Kudungga
2. Maharaja Asmawarman
3. Maharaja Sri Aswawarman
4. Maharaja Marawijaya Warman
5. Maharaja Gajayana Warman
6. Maharaja Tungga Warman
7. Maharaja Jayanaga Warman
8. Maharaja Nalasinga Warman
9. Maharaja Nala Parana Tungga
10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
11. Maharaja Indra Warman Dewa
12. Maharaja Sangga Warman Dewa
13. Maharaja Candrawarman
14. Maharaja Sri Langka Dewa
15. Maharaja Guna Parana Dewa
16. Maharaja Wijaya Warman
17. Maharaja Sri Aji Dewa
18. Maharaja Mulia Putera
19. Maharaja Nala Pandita
20. Maharaja Indra Paruta Dewa
21. Maharaja Dharma Setia

Sejarah ini merupakan bukti dari Agama Hindu yang telah ada
Di Nusantara ini sejak jaman dahulu.Dan masih banyak
bukti-bukti kejayaan Hindu dimasa lampau.
Ibaratnya agama Hindu merupakan agama nenek moyang kita.
Dan sekarang haruskah kita melupakan sejarah itu?
Lalu mengapa diantara kita saling angkuh dengan kepercayaan kita masing-masing?
Kembali kepada suara nurani kita masing-masing.

Saturday, February 26, 2011

Selamat Hari Raya Nyepi

Hari raya Nyepi oleh umat hindu di Bali dirayakan sebagai hari pergantian tahun baru Caka. Hari raya ini menurut penanggalan hindu jatuh pada tanggal satu (penanggal pisan) sasih X (kedasa) atau tepatnya sehari sesudah tilem ke IX (kesanga). Terdapat beberapa rangkaian pelakasanaan hari raya Nyepi ini, yaitu:

Melasti

Melasti sering disebut dengan Melis atau Mekiis. Upacara melasti ini dilakukan pada pengelong 13 sasih kesanga (tepatnya traodasa kresnapaksa sasih IX). Pada upacara melasti ini dilakukan pensucian atau pembersihan segala sarana atau prasarana persembahyangan. Alat-alat atau sarana persembahyangan yang dibersihkan antara lain adalah: pratima dan pralingga. Sarana-sarana ini selanjutnya diusung ke tempat pembersihan seperti laut (pantai) atau sumber mata air lain yang dianggap suci, sesuai dengan keadaan tempat pelaksanaan upacara (desa, kala, patra). Tujuan dari upacara melasti ini adalah untuk memohon tirtha amerta sebagai air pembersih dari Hyang Widhi.

Tawur Kesanga

Tawur kesanga jatuh sehari sebelum pelaksanaan hari raya nyepi yaitu pada tilem kesanga. Pada upacara tawur ini dilakukan persembahan kepada para bhuta berupa caru. Caru ini dipesembahkan agar para bhuta tidak menurunkan sifat-sifatnya pada pelaksanaan hari raya nyepi. Hal ini juga bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat dari diri manusia sehingga tidak mengikuti manusia pada tahun berikutnya. Upacara tawur kesanga ini sering juga disebut dengan upacara pecaruan dan juga tergolong upacara bhuta yadnya.

Hari Nyepi

Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian. Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu: amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bekerja) dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan). Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya. Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.

Ngembak Geni

Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa. Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru. Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain.

Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu. Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu. Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Thursday, February 17, 2011

Akar Bahar /Uli

Akar Bahar (basa Bali : Uli ) tentu bukanlah termasuk batu permata tapi dipercayai mempunyai khasiat seperti batu permata.

Akar Bahar banyak sekali terdapat di daerah Maluku dan sekitarnya. Ia merupakan semacam tumbuhan yang hidup diantara amber (atau Barnsteen, kata dalam bahasa Jerman yang berarti “batu yang dapat dibakar”) pada zaman sekarang.

Nama akar bahar ini berasal dari bahasa Arab dan Melayu. Bahar dalam bahasa Arab artinya laut, jadi Akar Bahar bermakna akar laut.


Ada empat macam akar bahar:

1. Akar Bahar Hitam.
2. Akar Bahar Kelabu.
3. Akar Bahar Putih.
4. Akar Bahar Merah.

Akar bahar hitam terbagi lagi dalam 7 jenis berbeda.

Orang Maluku dapat membedakan antara akar bahar jantan dan akar bahar betina.
Yang jantan dapat dikenali dengan tangkainya yang panjang dan yang betina memiliki tangkai yang pendek.

Akar Bahar sering kali digunakan sebagai gelang, kalung, perhiasan wanita, dan sebagainya, juga mempunyai khasiat memuntahkan racun yang termakan misalnya terkena racun ikan. rajungan, kepiting dan jenis ikan laut lainnya.
Orang yang dihinggapi penyakit encok (rheumatik) jika memakai gelang atau kalung akar bahar kemungkinan sembuh, sebab akar bahar mengandung suatu zat yang disebut radium.

Menurut penyelidikan dokter hal ini tidak benar sama sekali. Andaikan orang yang terkena penyakit encok bisa sembuh karena akar bahar tadi, tak lain bukan karena disebabkan oleh orang itu yang meyakini akar bahar sebagai obat yang mujarab

Orang yang gemar memakai gelang akar bahar, kebanyakan kaum pria, yang umum dipakai adalah akar bahar hitam yang dijadikan gelang..

Kata mereka jika memakai gelang tersebut dapat menolak guna-guna jahat. Dalam mencari nafkah hidup sehari-hari lebih ulet, tahan uji dan kuat menahan godaan.

Pada saat ini akar bahar yang dijadikan gelang dapat dihiasi dengan pernak-pernik seni,ukiran-ukiran perak yang berbentuk naga atau yang lainnya,Dan akar bahar itu sendiri dapat pula diukir,tentunya dengan biaya yang tidak terlalu mahal sekitar Rp.1-2jt.

Tuesday, February 8, 2011

Pantai Lovina

Namanya seperti nama artis sinetron, ya? Entah bagaimana asal-usulnya, pantai di sisi utara pulau Bali ini memiliki nama yang jauh dari kesan Bali. Konon, nama Lovina diberi oleh Anak Agung Panji Tisna, sastrawan modern Bali yang terkenal itu. Nama Lovina diambil oleh Panji Tisna dari nama hotel kecil di India yaitu Lafeina yang pernah diinapinya saat menulis buku dengan judul Ni Ketut Widhi.

Versi lain mengatakan bahwa nama Lovina ini diambil dari adanya dua pohon banten yang kemudian tumbuh saling berpelukan. Dalam bahasa latin nama ini memiliki arti saling mengasihi.

Pantai Lovina terletak di desa Kalibukbuk, sekitar sembilan kilometer sebelah barat kota Singaraja –ibukota Kabupaten Buleleng. Singaraja sendiri jauhnya sekitar 88 kilometer dari Kuta. So, kalau kamu berangkat dari Kuta menju Lovina, kamu harus menempuh jarak sekurang-kurangnya 99 kilometer saja, atau sekitar 3,5 jam perjalanan.


Pantai Lovina merupakan satu dari sekian obyek wisata yang menawan di Bali Utara. Suasananya yang alami dan udaranya yang segar membuat para pelancong tertarik untuk mengunjunginya. Seperti halnya Kuta, pantai Lovina juga merupakan tempat yang menarik untuk menyaksikan sunset.

Keindahan suasana alam tersebut diimbuhi dengan atraksi lumba-lumba yang hidup bebas di lepas pantai ini. Dengan menyewa perahu dengan tarif sewa Rp 50 ribu per orang, kamu dapat menyaksikan dari dekat atraksi lumba-lumba di tengah laut. Kamu akan merasakan betapa asyiknya berada di alam bebas dikerubuti puluhan lumba-lumba dengan gayanya yang jenaka. Biasanya, gerombolan ikan berwarna hitam-putih itu hanya muncul sekitar pukul 06.00 hingga 08.00 waktu setempat. Jika kamu terlambat berangkat dan tak menemukan lumba-lumba di tengah laut, jangan sewot. Kerusakan bukan pada pesawat televisi anda!

Selain atraksi lumba-lumba, pantai Lovina juga asyik untuk mandi dan berjemur. Pantai ini pun menyenangkan untuk snorkeling, diving dan aktivitas dalam air lainnya, karena terumbu karangnya yang indah. Sayangnya, pantai ini berpasir hitam. Jadi kurang menarik bagi pelancong yang menggemari pasir putih.

Akomodasi
Sebagai sebuah kawasan wisata, fasilitas yang tersedia boleh dikata cukup lengkap. Penginapan, toko, dan tempat makan dapat kamu temukan dengan mudah, dan tersedia hingga larut malam. Memang, jika dibandingkan dengan Kuta, legian dan Seminyak, kawasan wisata ini tampak jauh lebih lengang. Mungkin karena kurangnya fasilitas hiburan. Namun, bagi banyak pelancong, justru pada keheningan itulah daya pikat Lovina. Di kawasan Lovina kamu dapat menikmati liburan tanpa harus berdesak-desakan atau terganggu kebisingan.

Tarif sewa hotel di kawasan Lovina beragam. Kisarannya antara Rp 75 ribu hingga Rp 500 per malam. Beberapa penginapan, harganya masih bisa ditawar.

Tranportasi : +6281338541173 Rp.500.000/24jam

Danau Beratan


Danau Beratan adalah danau terbesar di Bali. Danau ini berjajar dengan dua danau lainnya yaitu Tamblingan dan Buyan yang merupakan gugusan danau kembar di dalam sebuah kaldera besar. Tempat terbaik untuk menikmati keindahan danau ini adalah kawasan Bedugul yang terletak di desa Candikuning, Kabupaten Tabanan. Kawasan ini merupakan perbatasan antara kabupaten Tabanan dan kabupaten Buleleng.

Bedugul berada sekitar 50 kilometer dari Denpasar. Letaknya berada tak jauh dari jalan provinsi yang menghubungkan kota Denpasar dengan kota Singaraja, ibukota kabupaten Buleleng, sehingga sangat mudah dijangkau dengan kendaraan apa pun. Dari Kuta, kamu membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk sampai ke kawasan wisata yang memiliki suhu rata-rata 18-22 derajat celcius di siang hari, dan 10-16 derajat celcius di malam hari.

Dari Bedugul, pemandangan alam danau Beratan tampak sangat indah. Hamparan danau tersebut membuat mata menjadi sejuk dan nyaman. Di sisi sebelah barat, agak menjorok ke tengah danau terdapat sebuah pura dengan meru menjulang anggun. Namanya pura Ulun Danu, dibangun sekitar abad XVI. Pura ini merupakan tempat pemujaan Dewi Danu atau Dewi Sri sebagai dewi kemakmuran. Inilah salah satu ikon Bali selain pura Besakih, Tanah Lot, Barong, Legong dan Kecak. Jutaan fotonya telah bertebaran di halaman-halaman koran, majalah, buku dan postcard.

Di sepanjang jalan menuju pura, kamu mendapat suguhan pemangdangan indah dari sebuah hamparan taman yang asri dengan bunga-bunga beraneka ragam. Lalu, setelah melewati jalan setapak, kamu akan tiba di depan gapura besar Pura Ulundanu. Sebelum masuk, tengoklah ke arah kiri, kamu akan menjumpai sebuah candi unik. Itulah candi Buddha yang sampai saat ini masih digunakan sebagai sarana persembahyangan oleh umatnya.

Setelah menikmati keindahan pura Ulundanu, kamu bisa menikmati keindahan danau lebih intens lagi. Caranya dengan berkeliling danau menggunakan perahu. Bisa dengan perahu dayung, bisa juga dengan perahu motor. Dengan tarif sewa sebesar Rp 50 ribu per perahu, atau dengan perahu motor dengan tarif Rp 25 ribu per 20 menit, kamu dapat menyaksikan keindahan alam Bali di tepian danau Beratan. Tapi, keindahan itu tidak akan dapat kamu lihat jika kamu datang pada musim penghujan, apalagi jika baru tiba di danau ini pukul empat sore. Pada saat itu biasanya kabut turun menyaputi seluruh danau. Kalau mau memancing, kamu bisa masuk ke areal pemancingan dengan membayar hanya Rp 5 ribu sepuasnya.

Di areal itu ada pula pelukis wajah atau potret diri yang bisa melukis wajah kamu hanya dalam waktu 15 menit. Ongkosnya, hanya Rp 10 ribu per lukisan. Cobalah, dan bersiaplah wajahmu di dalam lukisan akan jauh lebih keren dari aslinya :P

Tiket
Rp 7.500 per orang

(Mau Ke Bedugul....?Tranportasi 500rb/hari.Hub +6281338541173)

Kebun Raya Ekakarya

Kebun Raya Ekakarya




Kebun Raya Ekakarya terletak di sebelah barat obyek Wisata Bedugul. Kawasan ini merupakan sebuah komplek hutan suaka alam yang ditata sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah taman besar yang indah dan nyaman. Di kalangan masyarakat, Kebun Raya Ekakarya lebih dikenal dengan nama Kebun Raya Bedugul.

Kawasan ini terletak di wilayah desa Candikuning, Kecamatan Baturiti. Dari jalan raya Denpasar menuju Singaraja, kebun raya ini berada di kiri jalan dengan petunjuk besar dipajang di antara gapura masuk kawasan.

Tiket masuk untuk orang dewasa seharga Rp 7.500 ada di dua pintu masuk. Pintu kiri khusus pengguna mobil, sedangkan pintu kanan untuk pengguna sepeda motor. Perbedaan pintu masuk ini dilakukan karena mobil diperbolehkan masuk sedangkan motor tidak. Jadi jika membawa mobil, kamu lebih bisa menjangkau wilayah-wilayah terjauh di areal kebun raya ini.

Sebagai kebun raya, Kebun Raya Bedugul memiliki 16 ribu tanaman koleksi yang terdiri dari 1.500 jenis, 320 marga, dan 155 suku tumbuhan. Selain itu juga masih ada tumbuhan liar dan berbagai burung. Total luas Kebun Raya Bedugul 154,5 hektar dengan lansekap yang sangat bersahabat di ketinggian 1.250-1.400 di atas permukaan laut.

Hamparan rumputnya seperti menyelimuti permukaan tanah di antara rimbun pepohonan tinggi dan tanaman lainnya. Jangan ragu, seperti pengunjung lain yang duduk-duduk di rerumputan itu, kamu pun dapat duduk bahkan telentang tanpa perlu beralas tikar. Saat ini Kebun Raya Bedugul lebih banyak dikunjungi oleh keluarga-keluarga di akhir pekan. Sementara bapak dan ibu duduk ngobrol dihamparan rumput, anak-anak mereka bermain bola atau saling berkejaran.

Berkelilinglah menyusuri hutan. Kamu akan merasakan suasana yang sejuk dan menyegarkan. Lorong-lorong yang terbuat oleh barisan pohon-pohon akan membuatmu seolah berada di negeri khayalan.

Ada beberapa jalur yang bisa ditempuh. Oleh pengurus kebun raya, jalur tersebut dibagi menjadi lima yaitu Jalur Kuning, Jalur Ungu, Jalur Merah, Jalur Biru, dan Jalur Burung. Jalur Kuning merupakan jalur terusan dari jalur masuk di gerbang utama. Jalur ini melingkar dan nantinya akan berakhir kembali di pintu utama. Di jalur ini kamu akan menemui rimbun pohon cemara pandak yang tinggi menjulang. Pohon-pohon tersebut menjadi inang bagi tumbuhan lain seperti paku dan anggrek. Di jalur ini juga kamu akan melewati bunga bangkai, tanaman pandan, Pura Batu Meringgit, dan dua buah patung yaitu patung Rahwana Jatayu dan patung Kumbakarna Laga.

Jalur Ungu akan membawa kamu melewati berbagai koleksi tanaman anggrek liar di Indonesia dan koleksi kaktus. Ada ribuan jenis anggrek di sini. Sebagian anggrek itu berbunga sepanjang tahun dengan warna merah, jingga, ungu, dan oranye.

Pada Jalur Merah kita kamu bisa melihat bagaimana susunan rumah tradisional Bali yang unik. Rumah itu lengkap terdiri bangunan-bangunan kecil yang terpisah dalam satu kesatuan. Di jalur ini juga kamu bisa melihat tanaman tradisional yang digunakan masyarakat Bali sehari-hari seperti makanan, pakaian dan serat, obat, bumbu masak, bahan bangunan, mainan, hingga bahan upacara.

Menyusuri Jalur Merah kita akan mengelilingi taman tumbuhan paku. Di jalur ini terdapat berjenis tanaman paku seperti paku pohon, paku rane, paku sarang burung, paku belalai gajah, dan banyak lagi.

Jalur terakhir, Jalur Burung yang dirancang sedemikian rupa agar kamu bisa melihat burung-burung langsung di habitatnya.

(mau jalan-jalan Di Bali takut nyasar...?
Hub +6281338541173)

Sunday, January 30, 2011

Catur Guru

CATUR GURU
4 kepribadian yang harus dihormati oleh setiap orang Hindu
Untuk mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat Hindu tidak terlepas dari disiplin dalam setiap tingkah laku kita sehari- hari lebih- lebih terhadap catur kang Sinangguh Guru. Kata Guru dalam bahasa Sanskerta berarti berat. Dalam Agama Hindu ada 4 yang dianggap guru adalah:
1. Guru Swadyaya : Tuhan yang Maha Esa dalam fungsinya sebagai guru sejati maha guru alam semesta atau Sang Hyang Paramesti guru. Agama dan ilmu pengetahuan dengan segala bentuknya adalah bersumber dari beliau. SARWAM IDAM KHALUBRAHMAN (segala yang ada tidak lain dari Brahman). Demikian disebutkan dalam kitab Upanishad.
2. Guru Wisesa.
Wisesa dalam bahasa Sanskerta berarti purusa/ Sangkapurusan yaitu pihak penguasa yang dimaksud adalah Pemerintah. Pemerintah adalah guru dan masyarakat umum yang berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan Bangsa dan memberikan kesejahteraan material dan spiritual.

3. Guru Pengajian.
Guru Parampara. Guru di sekolah yang telah benar- benar sepenuh hati dan ikhlas mengabdikan diri untuk mendidik serta mencerdaskan kehidupan Bangsa.
4. Guru Rupaka.
Orang yang melahirkan (orang tua), tanpa orang tua kita tak akan ada oleh karena itu betapa besarnya jasa- jasa orang tua dalam membimbing putra- putranya untuk melahirkan putra yang baik (suputra).

TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU

TIGA KERANGKA DASAR AGAMA HINDU
Ajaran Agama Hindu dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dikenal dengan "Tiga Kerangka Dasar", di mana bagian yang satu dengan lainnya saling isi mengisi dan merupakan satu kesatuan yang bulat untuk dihayati dan diamalkan guna mencapai tujuan agama yang disebut Jagadhita dan Moksa.
Tiga Kerangka Dasar tersebut adalah:
1. TATTWA (Filsafat)
2. SUSILA (Etika)
3. UPACARA (Yadnya)
1. TATWA
Sebenarnya agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya oleh pikiran manusia melalui beberapacaradan pendekatan yang disebut Pramana. Ada 3 (tiga) cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana.
TRI PRAMANA
Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsepsi ajaran yang disebut Tri Pramana. "Tri" artinya tiga, "Pramana" artinya jalan, cara, atau ukuran. Jadi Tri Pramana adalah tiga jalan/ cara untuk mengetahui hakekatkebenaran sesuatu, baik nyata maupun abstrak yang meliputi:

1. Agama Pramana
2. Anumana Pramana
3. Pratyaksa Pramana

Dalam Wrhaspati Tattwa sloka 26 disebutkan: Artinya:
Pratyaksanumanasca krtan tad wacanagamah pramananitriwidamproktam tat samyajnanam uttamam. Ikang sang kahanan dening pramana telu, ngaranya, pratyaksanumanagama. Adapun orang yang dikatakan memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan yang disebut Pratyaksa, Anumana, dan Agama.
Pratyaksa ngaranya katon kagamel. Anumana ngaranya kadyangganing anon kukus ring kadohan, yata manganuhingganing apuy, yeka Anumana ngaranya. Pratyaksa namanya (karena) terlihat (dan) terpegang. Anumana sebutannya sebagai melihat asap di tempat jauh, untuk membuktikan kepastian (adanya) api, itulah disebut Anumana.
Agama ngaranya ikang aji inupapattyan desang guru, yeka Agama ngaranya. Sang kinahanan dening pramana telu Pratyaksanumanagama, yata sinagguh Samyajnana ngaranya. Agama disebut pengetahuan yang diberikan oleh para guru (sarjana), itulah dikatakan Agama. Orang yang memiliki tiga cara untuk mendapat pengetahuan Pratyaksa, Anumana, dan Agama, dinamakan Samyajnana (serba tahu).

Kalau direnungkan secara mendalam segala benda maupun kejadian yang menjadi pengetahuan dan pengamalan kita sebenarnya semua didapat melalui Tri Pramana.

1.1 Agama Pramana
Agama Pramana adalah suatu ukuran atau cara yang dipakai untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan mempercayai ucapan- ucapan kitab suci, karena sering mendengar petuah- petuah dan ceritera para guru, Resi atau orang-orangsucilainnya.Ceritera- ceritera itu dipercayai dan diyakini karena kesucian batin dan keluhuran budi dari para Maha Resi itu. Apa yang diucapkan atau diceriterakannya menjadi pengetahuan bagi pendengarnya. Misalnya: Guru ilmu pengetahuan alam berceritera bahwa di angkasa luar banyak planet- planet, sebagaimana juga bumi berbentuk bulat dan berputar. Setiap murid percaya kepada apa yang diceriterakan gurunya, oleh karena itu tentang planet dan bumi bulat serta berputar menjadi pengetahuan yang diyakini kebenarannya, walaupun murid- murid tidak pernah membuktikannya. Demikianlah umat Hindu meyakini Sang Hyang Widhi Wasa berdasarkan kepercayaan kepada ajaran Weda
1.2 Anumana Pramana
Anumana Pramana adalah cara atau ukuran untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan menggunakan perhitungan logis berdasarkan tanda- tanda atau gejala- gejala yang dapat diamati. Dari tanda- tanda atau gejala- gejala itu ditarik suatu kesimpulan tentang obyek yang diamati tadi.
Cara menarik kesimpulan adalah dengan dalil sebagai berikut:
YATRA YATRA DHUMAH, TATRA TATRA WAHNIH
Di mana ada asap di sana pasti ada api.
Contoh:
Seorang dokter dalam merawat pasiennya selalu mulai dengan menanyakan keluhan- keluhan yang dirasakan si pasien sebagai gejala- gejala dari penyakit yang diidapnya. Dengan menganalisa keluhan- keluhan tadi dokter dapat menyimpulkan penyakit pasiennya, sehingga mudah melakukan pengobatan.Demikian pula jika memperhatikan keadaan dunia ini, maka banyak sekali ada gejala- gejala alam yang teratur. Hal itu menurut logika kita hanya mungkin dapat terjadi apabila ada yang mengaturnya .

Contoh:
Apabila kita memperhatikan sistem tata surya yang harmonis, di mana bumi yang berputar pada sumbunya mengedari matahari, begitu pula bulan beredar mengelilingi matahari pada garis edarnya, tidak pernah bertabrakan, begitu teratur abadi. Kita lalu menjadi kagum dan berpikir bahwa keteraturan itu tentu ada yang mengatur, the force of nature yaitu Sang Hyang Widhi Wasa.
1.3 Pratyaksa Pramana
Pratyaksa Pramana adalah cara untuk mengetahui dan meyakini sesuatu dengan cara mengamati langsung terhadap sesuatu obyek, sehingga tidak ada yang perlu diragukan tentang sesuatu itu selain hanya harus meyakini.
Misalnya:
Menyaksikan atau melihat dengan mata kepala sendiri, kita jadi tahu dan yakin terhadap suatu benda atau kejadian yang kita amati. Untuk dapat mengetahui serta merasakan adanya Sang Hyang Widhi Wasa dengan pengamatan langsung haruslah didasarkan atas kesucian batin yang tinggi dan kepekaan intuisi yang mekar dengan pelaksanaan yoga samadhi yang sempurna. Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima kebenaran hakiki dalam tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan sradha.Dalam Hindu, sradha disarikan menjadi 5 (lima) esensi, disebut Panca Sradha

Thursday, January 27, 2011

Dasa Bayu


Iki kaweruhakena maka purwa kanda nira andadaeken kandanta manusa ngaran, iki maka purwaning mijil kang Kanda Empat ngaran, semalihne wenang kaweruhkena iki kalinganta kuna, ngaran kanda empat semalih elingakena sadukta Bapanta lagi jajaka muang sang Ibunta lagi jajaka ika kaweruhakena ngaran semalih duk Bapanta matemi liring maring Ibunta hana mijil saking adnyana sandi iki mahangaran Sang Hyang Surya Candra, ngaran ika manerus maring panonro ngaran ika maharan Sang Hyang Arda Nareswari ngaran angganta Sang Hyang Asmara Aneleng.

Samalih wawu maucap-ucap, Bapanta ring Ibunta, hana mijil rasa saking daleming wredaya, anerus maring lambe ngaran angganta maharan Sang Hyang Panuntun Iswaramadu ngaran.

Samalih wawu Bapanta anggarepe susunira sang Ibunta, hana rasa mijil saking lepaning tangan kalih, ika maharan Sang Hyang Purusa napatan ngaran angganta maharan Sang Hyang Panguriping Jiwa ngaran.

Samalih wawu saharas Bapanta maring sang Ibunta, hana rasa umijil saking daleming taman sari, ika maran Sang Hyang Maruta Tunggal ngaran. Anerus maring tungtunging grana, ngaran angganta maharan Sang Hyang Sambu ngaran.

Wus mangkan airika matemu Bapanta ring sang Ibunta, irika matemu sarasaning istri kakung, ngaran ika maharani Sang Kama Lulut. Ngaran angganta maharani Sang Hyang Smara Gimbal ngaran.

Samalih tegep sawulan lawasnya Bapanta, ring sang Ibunta apulang sih. Hana Kama Petak mijil sakeng Bapanta, ngaran Kama Bang mijil sakeng Ibunta, ngaran ika hana mijil Surya Candra, ngaran ika maharan Sang Hyang Maya Siluman ngaran. 

Samalih wawu rong wulan lawasnya Bapanta apulang sih, hana mijil rasa bayu idep ngaran, ika ngaran Sang Hyang Smara Buncing. 

Samalih wawu telung wulan lawasnya Bapanta apulang sih hana mijil Sang Hyang Panca Wara Bhuana, ngaran ika ngaran Sang Kala Molih.

Samalih wawu petang wulan lawasnya Bapanta apulang sih, hana mijil Sang Hyang Dewanta Nawasanga, ngaran ika maharani Sang Kama Manik Saprah ngaran.

Samalih wawu limang wulan Bapanta apulang sih, hana mijil Pertiwi, muang Akasa miwah lintang tranggana, muang Mega lawan awan ngaran. Ika macampuh madeg matunggalan kabeh, ngaran ika mamurti wastu mereka jadma, ngaran ikanta Sang Kama Reka ngaran.

Wus mangkana genep saptasaning mandadya jana, wus mahulu, marambut, makarna, manetra, mahirung, macangkem, mabahu, mawak, matangan, suku, gigir mawaduk, mawedel, mabaga, mapurus, masilit, macunguh, majeriji, samalih egepsapadagingnya muang jajeron kabeh, irika maharani Sang Hyang Cili mereka mati Mahajita ngaran.

Dewatanya Sang Hyang Citra Gotra ngaran, kahemban dening babuktas bang, babu gundi ngaran, ne mangraksa Sang Hyang Mandiraksa, miwah babu galungan ngaran, ika tan kaweruhakena kandanta mandadi janma ngaran. 

Samalih wawu nem wulan lawasnya dijero weteng, malih hana sanakta mijil sakeng Ibunta, maharani babu lembana, ngaran angganta maharani I Larakuranta ngaran.

Wawu pitung wulan lawasta dijero weteng malih hana sanakta mijil saking Bapanta maharani babu abra, ngaran angganta maharani Sang Hyang Lumut ngaran.

Wawu kutus wulan lawasta dijero weteng malih hana sanakta mijil saking Bapanta maharani babu kekere, ngaran angganta maharan Sang Hyang Kamagere ngaran. Samalih irika sanakta kabeh pada asih asanak lawan sirenga muang matunggalan pangan sanakta ring sira. Pada amangan lumuting batu muang mreta titising kundi manik, ngaran merta ika maring Windurasyamuka ngaran.

Samalih wusta tinegesang sanaktane mijil irika maharani I Kaki Siwagotra mwah I nini Siwagotra sanakta ngaran angganta maharani Sang Hyang kumrencang kumrincing ,ngaran.

Samalih wusira maosanak kunit ring apuh, mangkapan ring lahar.

Sanakta, irika ang ganta maharan Sang Hyang Purwa sarikuning ngaran samalih wus kadyusing toya., irika maharan Sang Naga Gombang ngaran. Samalih sadurung ta manganing yeh susun ibunta maharani Sang Kama Ngamni, ngaran. Samalih wawu taten amanganing yeh susun, irika maharani Sang Singununing Pamangan Empehan, ngaran. Samalih wawu bias umajeng sekul, irika maharani Sang Dumasrata, ngaran. 

Wus mangkana putus mayanira magantung puserta, irika pegat puserta. Irika angganta maharan Sang menget Astiti jakti, ngaran. Samalih wus ta wruha maninggalin bape ibunta, irika maharani sire Sang Hyang panon Pandeleng, ngaran.

Samalih wuwunta weruh kumbrah mangiring, irika maharani sire Sang Hyang maya wayahan, ngaran. Samalih wuwunta malinggeb mabading tur menangis, irika maharani sira Sang Hyang Eta eto, ngaran. Samalih di wawunta keheng, irika maharani sire Sang Hyang Japamantra, ngaran. Samalih diwawunta wruh mawangsit wangsit, Irika sire maharani sire Sang Hyang Kunti Swara, ngaran. Samalih diwawunta wruh malungguh maharan sire Sang Hyang Guru, ngaran. Diwawunta wruh maningkok maharan sire Sang Hyang Pakirya- kirya, ngaran. Diwawunta wruh mbahang maharan sire Sang Hyang Unggat-unggit kawenang ngaran. Diwawunta wruh jeleg - jeleg maharan sire Sang Hyang Tangan Sidi ngaran. Diwawunta wruh angirid - angirid dodot maharan sire Sang Hyang Rare Anggon ngaran. Diwawunta wreh papalalyan, maharan sire Sang Hyang Astagina ngaran. Diwawunta wruh amanganing angganta, maharan sire Sang Hyang Astatunggal angaran. Diwawunta wruh mapayas maharan sire Sang Hyang Anuksmara-anismari ngaran. Iwawunta wruh mapisage, maharan sire Sang Hyang Ameng - ameng ngaran. Diwawunta Wruh macanda-candayan maharan sire Sang Hyang Arda Asih ngaran. Mangke ikanta kawrehakene, sakandanire duk mijil saking guwa garban sang ibunta, ngaran Samalih sawatek ta kawenangkene gering manusa padane, diliwarta solas dinane, ngaran. Diliwase ika kawenang kene gering manusa padane sapakiryaning wang ala ngaran. Samalih sajeroning solas dine, ta takewenang manuse padane mangringin awak sariranta, apan I buyut, I kompiang, muang I wayah, sami pada dane istri kakun pade ngrejeg ring awak sariranta, ngaran. Samalih wus ta nampi banten pangroras dinanta mijil, irika dane pada mantuk, ngaran.

Ikanta kawruhakena makakandanta duk wawu mijil, ngaran. Samalihnya gering sang lare sajeroning solas dina, ika gering baktan sang dumadi ngaran samalihyanta sang dumadi makta geringnya ika gering sanakta sane sareng mijil, ika milara ring lare ika, ngaran. Ika kawruhakena maka kakandanta wawu mijil, saking guwe garban sang ibunta, ngaran. Samalih sang lare kene gerimg lare sajeroning tigang sasihnya.

Ika Yayah Ibunya mwah sanakta wenang manunggu larenta, ngasa, widuh bang wus pinuja, basmain matampak,dara bilang sandinya, samalih digidat tangannya dumunang basmain, Ma :
“ Ih embok tunjung putih, saje keto sang ketane ento watu japan mulih kaswargan, mulih kagedong kunci, ditu ajak titiyang meme bape, disubane ya peteng, disubane ya lemah, kemo ke pasar titiyang bareng milu ditu, I meme bape disubane ya teke mulih, meme bape mangempu titiang manampak pretiwi hana durga bencana, muang makirya ala paksa ne ring titiang yan hana buta yaksa, buta yaksi, buta kala, buta dengen, muang guna tuju teluh teranjana, memaksa man ngalih tiang meme bapa mulakang ngundurang akena, wastu pada kita medek anyembah maring meme bapa kune, wastu tiang luput ati, sing teka guna sastru pada singular, ‘ ngda (nga).

Wus mangkana, malih lekasing papagerang Sanak Sang Laranenga, Sa ; Don tatwa, wus pinuja malih pak – pak sembar akeke ring sagenah larenta maturu ping tiga, ilehan. Ma ;
Om buta putih tiga, Om Am Um Mam, Om buta putih mungguhing papusuh, sumusup ring tanganta karo, Om mam ika swaranya, Om am kala brahma ring peparu, sumusup ring cangkem anerusring ati, Om um kala segara, hening ring pangadengane papageran, sumusup ring soca kalih, Om hrang om kala dengen, umungguh maring pamunggalaning pangen – angen, sumusup ring hirung kalih, pamijil sira kabeh maring gumi pertiwi, kemiten I lara gili atangi aturu, empunenden abecik, yen ana hala kira – kirane, maringlara ingsun, sira pada anulakena, mamrangana
lah poma3, sa ba ta a i.”

Samalih wusta mangkana, iki regep akena paunguwan Sang Ibunta muang ring paunguwan Bapanta, ngaran semalih paunguwan Sang Ibunta regepan ring daleming wredaya, wusta merasa ditu, malih turun akeke maring daleming segara madu, ngaran. Wusta merasa ditu, irika patasang makekalih, I Meme miwah I Bapa, patuhang cangkakan lidahta, ngaran. Wus mangkanamarasa pada dadi sanunggal. I Meme iskara ngaran I Bapa, imahet ngaran. Iki kon pada mangempu, ngaran samalih wusta marasa samangkana regepan mangempu daleming ampru, ngaran. 

Wusta merasa ditu, malih regepta sang menerus ring soca kalih, ngaran. Samalih marasa ditu, terusa kena maring tungtunging sunya tawangpangentum ngaran mijil pada mangempu ngaran.

Samalih tingkahnya mangempu, I Bapa maugemang keris I Meme magemang pedang, ngaran. Iki ta kaweruhakena, pingit dahat iki, kawhuakena sadukta wawu makerajanma. Sadukta kari di jero guwa garba Ibunta ika takawruhakena tatwanta nilih pawakan maring Hyng Ibu Pertiwi ngaran, apan mawak tunggal buana agung miwah alit, angganta naran. Ika ta kaweruhakena manilih awakte dadi janma, ngaran. Samalih panilihta kawruhakena, ngaran kulit kabeh, nilih ring pertiwi, ngaran bulunta kabeh nilih ring padang, ngaran tulang ta kabeh nilih ring kayu, ngaran daging ta kabeh nilih ring paras, ngaran muluk ta nilih ring endut, ngaran rambut ta nilih ring gulem muang awun – awun ngaran cangkem ta.


Friday, January 21, 2011

Kekerasan Berlatar Adat makin Mengkhawatirkan

Kekerasan yang melibatkan orang Bali kini jumlahnya cenderung meningkat. Sejumlah kasus adat yang mencuat ke permukaan mengindikasikan makin beringasnya orang Bali dalam menyikapi permasalahan. Perebutan lahan kuburan, pelaba pura, tapal batas, hingga pertikaian karena warisan, tak hanya menimbulkan senketa perdata, tetapi telah berada di jalur pidana. Dalam hal perebutan warisan sesama krama Bali ada yang tega melakukan pembunuhan. Tak hanya itu, dalam kehidupan dunia malam dengan menjamurnya kafe ke desa-desa, sejumlah remaja putri Bali dilaporkan telah melakukan praktik-praktik pelacuran. Lalu, bagaimana potret perilaku kekerasan berlatar adat belakangan ini?

BERBICARA tetang tindak kriminal, rujukkannya ada banyak hal. Selain angka-angka kejahatan yang terjadi sepanjang hari, aksi kekerasan yang melibatkan massa juga patut dievaluasi. Konflik yang melibatkan massa juga layak dicermati mengingat potensi terjadinya tindak pidana dalam konflik adat ini sangat terbuka. Konflik internal sesama krama Bali ini umumnya dibumbui kasus adat dengan sumber konflik adalah batas-batas wilayah, areal kuburan, termasuk pelaba pura.

Konflik adat di Bali tak hanya mengundang kekhawatiran tokoh-tokoh masyarakat Bali. Trend terjadinya kasus adat di Bali bahkan sempat menjadi perhatian Mendagri. Tahun lalu, dalam sambutan HUT ke-49 Pemprop Bali, Mendagri menilai orang Bali cenderung makin beringas dalam menyikapi masalah. Ungkapan ini tampaknya benar-benar didukung fakta. Buktinya, kasus-kasus adat karatan kembali meletup. Di Gianyar, kasus berlatar belakang adat antara Semana-Ambengan kembali meletup. Kasus yang dipicu sengketa lahan kuburan ini tak kunjung tuntas. Wilayah Gianyar tampaknya memiliki potensi kasus adat yang sangat besar dibandingkan kabupaten lainnya di Bali.

Berdasarkan catatan Pusat Data Bali Post, kasus berlatar adat di Gianyar di antaranya kasus Pakudui, kasus Mulung-Sumita, kasus tapal batas wilayah Desa Ubud-Mas serta kasus adat di Tampkasiring.

Di Tabanan, kasus adat sempat mencuat di Desa Brembeng, Selemadeg. Kasus ini juga dilatari areal kuburan. Dua desa di Tabanan juga sempat memanas gara-gara isu penyerangan. Ketegangan antara massa Desa Bajera dan Lenganan, Kecamatan Selemadeg sempat mengundang kecemasan aparat.

Perebutan tapal batas juga menjadikan kasus menahun antara Macang-Ngis di Karangasem. Di Klungkung perebutan areal pelaba pura juga sempat mencuat. Data ini mengindikasikan kalau potensi meletupnya kasus-kasus adat di tanah Bali akan tetap terbuka sepanjang tak ada pendekatan yang mengedepankan kebersamaan untuk menjaga Bali.

Pencurian Pratima
Di luar kasus adat, trend terjerumusnya krama Bali dalam perilaku tindak kriminal juga cenderung meningkat. Buktinya, aktor pencurian pratima yang terungkap belakangan ini ternyata melibatkan orang Bali. Bahkan, dalam kasus judi yang juga dikategorikan melanggar KUHP, kini banyak orang Bali berstatus tahanan gara-gara kartu cekian, domino termasuk tajen atau sabungan ayam. Ratusan orang Bali dari kabupaten/kota yang ada dilaporkan sempat menjadi penghuni sel kepolisian gara-gara bermain judi.

Tak hanya itu, kini ada remaja Bali juga merambah dunia malam. Sejumlah remaja putri Bali bahkan sempat berurusan dengan pihak kepolisian karena tertangkap basah sedang melayani hidung belang. Tak hanya itu, aktor video porno yang direkam lewat handphone juga menyeret sejumlah wanita Bali karena bermesum ria dengan pasangan selingkuhnya.

Berdasarkan data Polda Bali, tindak kriminal yang melibatkan orang Bali juga meningkat. Data Polda Bali menunjukkan pada tahun 2007 ada 25 kasus judi sabungan ayam yang ditangani kepolisian. Umumnya yang terjerat dalam kasus ini adalah orang Bali. Selain itu, kasus judi cekian dan domino yang dijaring mencapai 58 kasus. Sama dengan pelaku sabungan ayam, bebotoh yang menjadi tersangka dalam judi kartu ini juga dominan orang Bali.

Sementara data kejahatan hingga pertengahan tahun 2008, sudah mencapai 2.821 kasus dengan total kasus terselesaikan mencapai 1.878 kasus. Sedangkan total kasus curat, curanmor, dan pembunuhan tahun 2008 dibandingkan tahun 2007 mengalami kenaikan 105 kasus (21%). Sedangkan curas dan miras mengalami penurunan 10 kasus (20%).

( Kemana Tatwanasi kita?kemana Ajeg Bali Kita...?)

Saturday, January 8, 2011

Dharma sesana Pemangku

Sesuai dengan :
Surat dinas Agama Otonom Daerah Bali, tanggal 29 Oktober 1956,
Keputusan Maha Sabha Parisada Hindu Dharma ke II NO: V/ Kep/ PHD/ 1968,
Keputusan Seminar Ke l Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek- Aspek Agama Hindu tanggal 23 s/ d 26 Februari 1975 di Amlapura tentang Kawikon

Ketiga bahan tersebut di atas mempunyai nilai yang sangat tinggi dan mudah dihayati serta patut dipedomani, karenanya sangat perlu dikukuhkan serta dijabarkan dan ditambahkan sesuai dengan keperluannya sebagai berikut :


Pengertian Pamangku.
Pamangku adalah rohaniawan Hindu tingkat Eka Jati yang dapat digolongkan Pinandita.

Tingkatan Pamangku.
Pamangku tapakan Widhi pada:
Sad Kahyangan.
Dang Kahyangan.
Kahyangan Tiga.
Paibon, Panti, Padharman, Merajan Gede dan yang sejenisnya,
Pamangku Dalang.

Sasana Pamangku.

Gagelaran Pamangku.
Gagelaran/ Agem- agem Pamangku sesuai dengan ucap rontal Kusuma Dewa, Sangkul Putih disesuaikan dengan tingkat Pura yang diamongkannya.
Gagelaran/ Agem- agem Pamangku Dalang sesuai dengan Dharmaning Padalangan, Panyudamalan dan Nyapu Leger.

Hak Pamangku.
Bebas dari ayahan desa, sesuai dengan tingkat kepemangkuannya.
Dapat menerima bagian sesari aturan/ sesangi.
Dapat menerima bagian hasil dari pelaba pura (bagi pura yang memiliki).

Wewenang Pamangku.
Nganteb upakara upacara pada kahyangan yang diemongnya.
Dapat ngeloka pala seraya sampai dengan madudus alit, sesuai dengan tingkat pawintenannya dan juga atas panugrahan nabe.
Waktu melaksanakan tugas agar berpakaian serba putih, dandanan rambut : wenang agotra, berambut panjang, anyondong, menutup kepala dengan destar.

Bebratan pamangku.
Menjalankan Yama Niyama Berata yaitu:

Panca Yama Brata
1. Ahimsa
2. Brahmacari.
3. Satya
4. Awyawaharika
5. Astenya

Panca Niyama Brata :
1. Akroda.
2. Guruçusrusa.
3. Sauca.
4. Aharalagawa.
5. Apramada


KHUSUS.
Bagi daerah- daerah yang menganut dresta/ sima yang bersifat khusus dapat diberikan pengecualian sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh purana atau sima setempat.
Syarat- syarat pamangku, sehat lahir dan batin, berpengetahuan, dan tidak cedangan.

Sumber

Klik to Info :