Kisah tentang pemisahan Bali dengan Jawa, sehingga Bali menjadi satu pulau yang utuh, ceritanya adalah:
Prasasti Pasek Berjo Selunglung menyuratkan bahwa Segara
Rupek terbentuk setelah Dang Hyang Sidhimantra beryoga semadi memohon
keselamatan seisi jagat termasuk untuk keselamatan putra tunggalnya
yang bernama Manik Angkeran, yang dipersembahkan sebagai pengayah atau
pekerja pembantu kepada Ida Betara Sanghyang Naga Basuki di Besakih,
Bali.
Dalam Yoga
Semadi kehadapan Sanghyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni sebagai
Penguasa Samudra Raya, Dang Hyang Sidhimantra dititahkan supaya
mengoreskan tongkat tiga kali ketanah, tepat di jalan ceking atau ruas
jalan yang paling sempit. Akibat goresan tongkat tersebut, air laut
terguncang, bergerak membelah bumi. Maka daratan tanah Bali dan Tanah
Jawa yang satu itu pun terpisah oleh lautan. Jawa dan Bali pun terpisah,
jadilah Segara Rupek atau Lautan Sempit yang kini dinamakan Selat
Bali.
Dang Hyang Sidhimantra Keturunan Sapta Rsi
Sapta Rsi
atau Tujuh Pandhita, adalah leluhur orang Bali dari kelompok Warga
Pasek Sanak Pitu. Ke tujuh Resi yang menurunkan Pasek Sanak
Pitu adalah : Mpu Ketek, Mpu Kananda, Mpu Widnyana, Mpu Witadharma,
Mpu Ragarunting, Mpu Prateka dan Mpu Dangka. Ke tujuh pandhita ini
adalah putra-putra dari Mpu Agni Jaya yang berasrama di Gunung
Lempuyang. Sebelumnya beliau bergelar Sang Brahmana Pandhita. Beliau
besaudara lima, yaitu Sang Brahmana Pandhita sendiri, Mpu Semeru yang
berasrama di Besakih, Mpu Gana di Gelgel, Mpu Kuturan di Silayukti dan
Mpu Bradah di Kahuripan. Kelima Pandhita tersebut diatas disebut Panca
Tritha. Kelima Pandhita itu adalah putra-putra Bhatara Hyang Agni Jaya
yang beristhana di Gunung Lempuyang.
Sedangkan
Bhatara Agni Jaya adalah putra dari Sanghyang Pasupati, yaitu Ida Hyang
Widhi, yang bersthana di Gunung Mahameru India. Bhatara Hyang Agni
Jaya adalah termasuk Asta Dewata, yang dianggap sebagai putra-putra
Hyang Pasupati. Asta Dewata itu adalah :1.Bhatara Mahadewa bersthana di
Gunung Agung, 2.Bhatara Hyang Putra Jaya juga bersthana di Gunung
Agung, 3. Bhatara Danuh di Ulun Danu Batur, 4. Bhatara Hyang Agni Jaya
sendiri bersthana di gunung Lempuyang, 5. Bhatara Tumuwuh bersthana di
Gunung Batukaru, 6. Bhatara Manik Gumayang bersthana di Pejeng, 7.
Bhatara Manik Galang bersthana di Pejeng, 8. Bhatara Hyang Tugu di Bukit
Andakasa.
Tampak
sekali dalam uraian diatas, bahwa setelah Panca Pandhita keatas lalu
dihubungkan dengan Dewa-dewa manifestasinya Tuhan (Asta Dewata). Hal
ini membuktikan bahwa leluhur diatas itu tidak dapat dilacak lagi.
Namun kendati pun demikian, pengkaitan dengan asta dewata lalu kepada
Hyang Pasupati yang bersthana di Gunung Mahameru, adalah merupakan
petunjuk bahwa leluhur Panca Tirtha itu adalah berasal dari para
Brahmana India, dari sekte keagamaan Siva (mazab Siva). Dan
Pandhita-pandhita yang datang ke Indonesia dari India itu adalah dari
Garis Perguruan (Pasramaan) Maharkandya dan Agastya. Boleh jadi Panca
Pandhita itu leluhurnya adalah garis perguruan Agastya, sebagai pusat
pengajaran mazab Siva.
Panca
Pandita itu, konon mereka berguru ke India setelah selesai
pendidikannya dan setelah didiksa mereka kembali ke Indonesia. Di Jawa
mula-mula mereka mengajarkan agamanya. Kemudian setelah Mahendradatta
kawin ke Bali, empat dari lima saudara itu pun ikut turun ke Bali untuk
mengajarkan Agama Hindu. Berturut-turut datang ke Bali :
- Mpu Semeru. Beliau adalah pemeluk sekte Siva, beliau datang ke Bali tahun 999 Masehi, beliau membuat pasraman di Besakih.
- Mpu Ghana, penganut aliran Ghanapatya (sub sekte Siva). Beliau sampai di Bali pada tahun 1000 Masehi. Beliau mendirikan Pasraman di Gelgel.
- Mpu Kuturan pengikut sekte Tantrayana (sumber lain mengatakan Buddha Mahayana). Beliau datang ke Bali pada tahun 991 Masehi. Di Bali beliau menjadi Brahmarsi dengan berasrama di Silayukti Padang.
- Mpu Gni Jaya. Beliau ke Bali tahun 1006 Masehi. Beliau berparahyangan di Gunung Lempuyang. Beliau adalah penganut Sekte Brahmanisme. Di tempat bekas Pasraman beliau sekarang telah berdiri sebuah pura Lempuyang Madia.
- Mpu Bradah tidak ikut ke Bali. Beliau menetap di Jawa, mendampingi Prabhu Airlangga.Di Bali Mpu Agni Jayalah yang menjadi leluhur langsung Warga Pasek Sanak Pitu, melalui putra-putra beliau Sanak Sapta Rsi.
Mpu Bradah
adalah saudara terkecil dari lima Rsi. Beliau tinggal di Jawa menjadi
Bhagawannya Prabhu Airlangga. Beliau berasrama di Lemah Tulis,
Pejarakan Jawa Timur. Beliau adalah pengikut Buddha Mahayana, sekte
Bajrayana.
Mpu Bradah
berputra dua orang, yaitu : Mpu Siwagandhu, dan Mpu Bahula. Mpu Bahula
kawin dengan Ratnamanggali putri Mpu Kuturan dengan Rangdeng Girah,
menurunkan Mpu Wira Angsokanatha, yang bergelar Mpu Tantular.
Mpu
Tantular berputra 4 orang, yaitu : 1 Mpu Siddhimantra, 2. Mpu
Panawasikan, 3. Mpu Smaranatha dan 4. Danghyang Kepakisan. Rupa-rupanya
ke empat Mpu ini telah lahir pada jaman Singosari. Dan Mpu Tantular
betul-betul umurnya sangat panjang. Mungkin mencapai seratus tahun
lebih.
Dalam garis
keturunan ini Mpu Sidhimantra hanya berputra seorang, yaitu Wang Bang
Manik Angkeran. Ketika mudanya Manik Angkeran gemar berjudi sabungan
ayam. Oleh karena itu ia diasramakan di Besakih untuk menghamba Hyang
Besuki yang berwujud Naga. Ia pun mengambil genta ayahnya. Lalu di
rapalkan Veda Nagastawa. Maka keluarlah Hyang Besuki. Pada puncak
ekornya terdapat manik yang sangat gemerlapan, Wang Bang Manik Angkeran
yang bebotoh, tergiur hatinya ingin memiliki manik itu, yang nantinya
akan dijual. Maka dipotonglah ekor Naga Basuki itu. Hyang Basuki pun
menjadi marah, lalu tubuh Wang Bang Manik Angkeran dijilatnya. Seketika
Wang Bang Manik Angkeran menjadi abu. Hal ini segera diketahui oleh
ayahnya. Mpu Sidhimantra dengan kesidiannya dapat menyambung ekor naga
Basuki itu. Dan Wang Bang Manik Angkeran pun dihidupkan kembali.
Akhirnya Manik Angkeran pun bertobat. Sejak itu Manik Angkeran berhenti
berjudi, lalu menekuni bidang agama. Kemudian ia mediksa atau disucikan
menjadi Mpu dengan gelar Danghyang Manik Angkeran. Beliau beristri
dua. Seorang Widyadari dan seorang lagi dari warga biasa.
Keturunan
Wang Bang Manik Angkeran sekarang tersebar di Bali, adalah generasi
penerus Dang Hyang Sidhimantra pencipta Segara Rupek Selat Bali. Secara
sosiologi pemisahan Bali-Jawa di Segara Rupek dimaksudkan oleh Dang
Hyang Sidhimantra justru guna memproteksi kesucian Bali dari ancaman
migrasi penduduk berlebihan, disamping untuk menekan angka tindak
kriminal.
No comments:
Post a Comment