Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.
Free Website Hosting

Monday, July 20, 2009

Selamatkan Bali


Bali jangan lagi Diatur Investor
BALI perlu pemimpin yang tahu Bali. Tak hanya mengerti budaya, tetapi paham akan apa yang dibutuhkan masyarakat Bali. Wacana ini menguat menjelang pencalonan gubernur dan wakil gubernur Bali empat bulan lalu.

Wacana tersebut sebenarnya berangkat dari kekhawatiran akan keajegan Bali di masa mendatang. Sebab pemimpin saat ini lebih kepada pendekatan hedonis. Artinya, mereka lebih memikirkan pendapatan, investor dan pembangunan fasilitas perkantoran yang serba 'wah'. Walaupun di daerahnya semakin banyak warga yang berstatus rumah tangga miskin.

Demikian pula para pejabat tak tahu malu pergi ke luar negeri, studi banding dan sebagainya hanya untuk melihat-lihat tanpa ada target untuk menjadikan daerahnya lebih baik. Bahkan, setelah studi banding ke luar negeri atau di dalam negeri sama sekali tak ada perubahan yang dinikmati masyarakat. Buktinya makin banyaknya rumah tangga miskin yang harus dijatah mendapat bantuan langasung tunai (BLT). Demikian pula fasilitas umum seperti jalan, gedung sekolah dan fasilitas umum lainnya banyak yang rusak parah.

Sementara yang mengalami perubahan rata-rata menyangkut pendapatan asli daerah. Ini terasa wajar karena instansi pemungut lebih mengintesifkan pemungutan pajak, baik kepada lembaga swasta maupun perorangan. Tetapi itu tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan, sebab sebagian besar PAD hanya untuk membiayai kegiatan pemerintah termasuk pejabatnya.

Dari fenomena tersebut, banyak komponen masyarakat mewacanakan, Bali perlu pemimpin yang memahami kebutuhan Bali. Tidak hanya menyangkut pendidikan, kesehatan, adat, lingkungan dan agama juga memahami kebutuhan manusia Bali. Mereka harus diberdayakan secara ekonomi.

Dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, pemimpin Bali saat ini lebih memberi pemahaman pada penciptaan lapangan kerja dengan mendatangkan investor sebanyak-banyaknya. Alasannya, dengan datangnya investor akan menciptakan lapangan kerja dan penambah pendapatan asli daerah. Sementara kerusakan lingkungan, daya dukung Bali dan biaya sosial lainnya sama sekali tidak menjadi pertimbangan.

Kini harapan untuk memperbaiki kondisi Bali ada pada gubernur/wakil gubernur Bali yang baru Mangku Pastika dan Puspayoga. Pasangan ini mengemban berbagai visi perubahan yang diamanatkan masyarakat Bali. Salah satunya mengangkat kesejahteraan masyarakat Bali, di samping amanat-amanat lainnya seperti menjaga keamanan Bali.

Kehadiran pasangan dari PDI-P ini diharapkan memberikan warna baru bagi gaya kepemimpinan di Bali. Sebab Mangku Pastika telah banyak mengenyam pendidikan dan pengalaman di luar daerah dan luar negeri. Tentu akan ada adopsi-adopsi gaya kepemimpinan yang akan membawa perubahan Bali ke arah yang lebih baik.

Kekhawatiran Bali akan tetap berada di bawah tekanan Jakarta, semestinya tidak usah terlalu dibesar-besarkan. Sebab era otonomi daerah telah mengikis anggapan tersebut. Namun yang patut dikhawatirkan adalah makin berkuasanya raja-raja kecil yang ada di kabupaten. Banyak contoh kasus, makin tak 'berwibawanya' gubernur di era otonomi ini. Walaupun Tk I masih mempunyai wewenang untuk memangkas APBD yang tak sesuai, tampaknya hal tersebut tidak bisa dijadikan senjata andalan untuk 'mengatur' kepala daerah tingkat II. Dengan berlindung di balik otonomi daerah, para pemimpin di daerah Tk II merasa berhak mengatur wilayahnya sesuai kepentingannya (entah daerah entah pribadinya).

Inilah sebenarnya yang menjadi permasalahan Bali. Karena dengan otonomi di daerah Tk II, menjadikan Bali ini terkotak-kotak secara kewilyahan. Artinya, Bali tidak dipandang sebagai satu-kesatuan wilayah yang saling ketergantungan. Seperti pembangunan di wilayah hijau yang semestinya dilarang membangun hotel karena melanggar RTRW Bali, tetap saja diizinkan oleh bupati. Kalau fenomena itu terus terjadi, kehancuran alam Bali akan semakin di ambang pintu.

Untuk itu, pemimpin Bali ke depan termasuk anggota DPRD TK I Bali harus memperjuangkan otonomi di tingkat satu Bali. Bukan otonomi khusus, sehingga Bali dilihat sebagai satu kesatuan wilayah yang mesti diatur peruntukannya agar Bali dapat diselamatkan.

No comments:

Klik to Info :